BANDUNG – Remaja harus dibekali mekanisme ketahanan jiwa yang baik sejak usia dini. Dalam hal ini lingkungan keluarga adalah yang paling vital dalam proses pembangunan kejiwaan anak tersebut. Sehingga mereka mampu berkembang dan beradaptasi dengan baik di lingkungan yang baru, seperti di sekolah.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Komunitas Kesehatan Masyarakat Jawa Barat, Teddy Hidayat dalam acara peringatan Hari Kesehatan Jiwa Dunia yang jatuh pada tanggal 10 Oktober di Kafetaria Kebon Binatang, Tamansari, Kota Bandung. Organisasi kesehatan jiwa dunia, Federation of Mental Healt, menetapkan tema Hari Kesehatan Jiwa Sedunia kali tahun ini adalah “Young People in a Changing World”.
Dokter kesehatan jiwa tersebut mengatakan, tema ini diambil karena remaja dewasa kini dihadapkan dengan era Changing World, di mana remaja masa kini rentan dan tak bisa dihindarkan dari terpengaruh perubahan dunia. Baik dalam segi ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, budaya dan gaya hidup.
Jika tidak diiringi dengan ketahanan jiwa yang baik, hal tersebut dapat menjadi sumber stress dan mengakibatkan gejala awal dari gangguan jiwa, yakni depresi.
“Kita harus membekali anak-anak dengan mekanisme ketahanan jiwa sejak usia dini. Dimulai dari lingkungan keluarga dan kemudian di lingkungan tempat ia berkembang, di sekolah. Sekolah memiliki peran yang penting karena di sana anak-anak memiliki lingkungannya sendiri, tempat bersosialiasinya sendiri. Itu harus jadi fokus lembaga pendidikan untuk membangun kesehatan jiwa selain mencerdaskan di ranah kognitif,” jelas Teddy.
Bukan tanpa alasan, Teddy berkata demikian. Dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran tersebut menilai, sekolah harus memberikan contoh yang baik dan menjadi panutan peserta didik dalam bersikap. Khususnya mengedukasi kasus perundungan (bullying) di sekolah.
“Salah satu penyebab gangguan jiwa yang menjangkit remaja adalah adanya traumatis terhadap suatu kejadian yang pernah mereka lalui sebelumnya. Ini harus jadi perhatian semua pihak untuk mulai memperhatikan dan membina hal tersebut. Karena jika trauma ini terulang, tanpa memandang usia, baik remaja atau dewasa, dampak dari traumatis tersebut akan tetap terasa,” tandasnya. (Siedoo/NSK)