JAKARTA – Sikap dari guru honorer yang mogok mengajar membuat Menteri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy kesal. Jika ingin menyampaikan aspirasnya, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Jawa Timur tersebut, meminta agar mereka menyampaikan dengan cara proporsional.
“Saya imbau kepada guru untuk menyampaikan aspirasinya pada pemerintah dengan cara yang lebih proporsional,” katanya dilansir dari antara.com.
Muhadjir meminta para guru honorer untuk tetap melakukan tanggung jawabnya sebagai guru dengan menjalankan kewajiban mengajar siswa.
“Jangan sampai apa yang dilakukan membuat kegiatan tanggung jawab sebagai guru tidak terpenuhi, yakni menjamin proses belajar siswa berjalan dengan baik,” tambahnya.
Guru honorer mogok mengajar yang dilakukan di berbagai daerah seperti di Garut, Sukabumi, Wonosobo, Blitar, Banyuwangi dan daerah lainnya sebagai bentuk protes tidak bisa mengikuti seleksi CPNS karena terganjal usia, lebih dari 35 tahun. Sebab, dalam penerimaan CPNS tahun 2018 usia paling rendah 18 tahun, paling tinggi 35 tahun per 1 Agustus 2018.
Muhadjir mengatakan permasalahan guru honorer, terutama yang berusia diatas 35 tahun, dapat diselesaikan dengan cara pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Pihaknya mengaku, saat ini sedang menunggu peraturan presiden (Perpres) mengenai pengangkatan guru honorer tersebut.
“Saat ini sedang ditelaah oleh Kementerian Keuangan. Diperkirakan dalam minggu ini akan terbit,” jelasnya.
Meski melalui jalur P3K, Muhadjir menambahkan tetap ada proses seleksi, sama halnya dengan perekrutan guru Aparatur Sipil Negara (ASN).
Untuk berapa kuota guru P3K yang akan diangkat, Muhadjir mengatakan akan menelaahnya bersama Kementerian Keuangan.
“Kami bisa memperkirakan berapa jumlah honorer yang akan diangkat. Tetapi kami belum menelaah secara intensif karena hal itu berkaitan dengan perubahan peraturan. Misalnya guru mengajar satu mata pelajaran padahal seharusnya guru bisa mengajar lebih dari satu mata pelajaran,” jelasnya lebih lanjut.
Polisi Mendadak Jadi Guru SD
Sementara itu, aksi mogok guru honorer di beberapa sekolah di Blitar, Jawa Timur mendapat sikap dari Kepolisian. Anggota Polres setempat terpaksa turun tangan untuk mengisi kekosongan mata pelajaran. Hal ini seperti yang terpantau di beberapa SD Negeri di Kecamatan Sutojayan, Garum dan Wlingi.
Sebagaimana ditulis detik.com, sejak jam pertama pelajaran, sekitar pukul 07.30 wib, Rabu (26/9/2018) beberapa polisi masuk ke kelas 1, 2, 3 dan 4. Para polisi ini menyesuaikan dengan materi pelajaran sesuai pengetahuan mereka.
Kapolres Blitar AKBP Anissullah M Ridha menyatakan, polisi juga harus hadir dalam kondisi apapun untuk melancarkan aktivitas masyarakat. Apalagi ini berkaitan dengan proses belajar mengajar bagi para generasi bangsa.
“Untuk tetap berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di lingkungan sekolah pada kecamatan-kecamatan yang guru-guru nya sedang melaksanakan penyampaian aspirasi, maka para Bhabinkamtibmas akan mengisinya dengan hal hal yang bermanfaat dan edukatif. Dalam pemberian pelajaran pengganti , sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan para Bhabinkamtibmas,” ujarnya.
Sesuai kesepakatan para guru honorer, mereka akan mengadakan mogok massal sampai 29 September 2018.
Siswa Terlantar
Di sisi lain, akibat guru honoret mogok mengajar membuat orang tua siswa ‘cukup marah’. Mereka nekat menggeruduk sekolah. Hal ini seperti yang terjadi di sejumlah SD di Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Suasana tak ada pelajaran terlihat di SDN 3 Sindurejo, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang. Sebanyak 105 murid kelas I sampai VI SD setempat terpaksa tidak melakukan aktivitas belajar.
Kendati waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 WIB, mereka masih asyik bermain di pekarangan sekolah dengan kondisi yang sangat prihatin.
“Gurunya tidak ada pak. Makanya saya bersama teman-teman tetap bermain disini. Biasanya pukul 07.15 WIB, pelajaran sudah dimulai. Ini hampir pukul 09.00 pak guru ternyata belum datang,” kata Nurwahid salah seorang murid kelas VI dilansir dari beritajadim.com
Menurutnya, sejak dua hari ini, beberapa guru di SDN yang letaknya tidak jauh dari kawasan hutan ini, tidak aktif mengajar.
“Sejak dua hari disini hanya ada dua guru, yaitu pak Kepala Sekolah dan guru agama,” terang Nurwahid, Kamis (27/9/2018).
Kepala SDN 3 Sindurejo, Tukiman menjelaskan, aksi mogok guru masuk skala nasional.
“Karena sejak tiga hari beberapa diantaranya masih aktif mengajar. Aksi ini sudah masuk skala nasional, kami sendiri tidak berhak melarangnya,” beber Tukiman. (Siedoo)