BANDUNG – Proses penyediaan prepreg yaitu harganya yang mahal karena merupakan material impor. Pembelian material ini juga harus dilakukan dalam jumlah yang besar serta rentan mengalami kerusakan sebelum digunakan. Selain itu, waktu pengiriman yang lama juga menjadi kendala dari penyediaan prepreg.
Hal inilah kemudian melatarbelakangi Dr.rer-nat.Mardiyati, dosen pelaksana proyek dari Green Polymer Lab, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (FTMD-ITB) menginisiasi proyek pengembangan teknologi prepreg komposit berpenguat serat karbon dan serat gelas untuk struktur kendaraan nirawak. Ia berkolaborasi dengan LPIK ITB dan PT. Teletina Sarana Teknik Utama.
Prepreg atau Pre-Impregnated Material merupakan bahan setengah jadi yang umum digunakan dalam proses pembuatan bahan yang mengandung polimer thermoset seperti epoxy. Untuk mendapatkan suatu bahan yang lebih ringan dan kuat dibutuhkan komposit yang merupakan gabungan dari dua buah material. Satu berupa matriks dan yang satu lagi penguat.
“Biasanya epoxy serat gelas itu dijadikan salah satu material komposit. Tetapi komposit biasanya punya masalah di manufaktur,” kata Mardiyati, seperti siaran pers yang dikirimkan ke Redaksi Siedoo.
Penelitian ini tidak lepas dari industri kendaraan nirawak dan dirgantara yang merupakan industri yang besar peluang pasarnya di Indonesia. Masih belum banyak perusahaan yang menjadi pelaku bisnis di dalamnya karena memang sifat industri ini yang high-end dari segi teknologi.
Tak hanya itu, pemenuhan material untuk industri ini juga sulit dilakukan karena hampir sebagian besar bahan baku tak dapat dipenuhi dari pemasok dalam negeri. Material yang digunakan pada kendaraan nirawak seperti drone ataupun pesawat haruslah merupakan material yang ringan, di samping kuat.
Kerapatan (densitas) material merupakan hal yang harus menjadi bahan pertimbangan. Oleh karena itu digunakanlah komposit epoxy yang diperkuat oleh serat karbon dan serat gelas.
“Untuk menjaga konsistensi dari perbandingan komponen di dalamnya, digunakanlah prepreg ini. Dengan prepreg ini, konsistensi dalam produksi bisa dijaga,” jelas Mardiyati.
Salah satu asisten peneliti, Sylvia menceritakan, setelah menghabiskan waktu kurang lebih 2,5 bulan proses penelitian, hasil yang didapatkan bisa dikatakan sangat berhasil. Ketika diujicobakan dan dibandingkan secara kualitas dengan prepreg yang selama ini digunakan, diperoleh hasil bahwa prepreg buatan ITB lebih baik.
Kerapatan dari prepreg ini lebih rendah 13,5% dibanding prepreg komersial. Kekuatan tarik spesifiknya pun lebih tinggi 16%. Kekakuan spesifik yang merupakan perbandingan antara kekuatan dan ensitas material 13% lebih tinggi dari prepreg komersial serta fraksi volume serat baik untuk pola woven ataupun undirectional lebih tinggi.
Yang tak kalah pentingnya yaitu harga yang digunakan untuk memproduksi ini lebih murah 25% dibanding jika harus melakukan pembelian secara impor. Sejauh ini penelitian masih dikhususkan untuk kendaraan nirawak karena dari segi kuantitas masih dapat dicapai.
“Diharapkan ke depannya material ini juga bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri dirgantara yang menggunakan komposit serupa,” katanya. (Siedoo)