JAKARTA – Tidak semua sekolah memiliki guru kesenian. Sebagai solusinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencetuskan GSMS (Gerakan Seniman Masuk Sekolah). Teknisnya, para seniman pada nantinya akan masuk sekolah untuk memberikan pembelajaran di luar jam pelalajaran sekolah atau ekstrakurikuler. Tidak hanya untuk SD, tetapi SMP hingga SMA sederajat.
“Gerakan ini memperluas akses pelajar dalam kegiatan artistik sekaligus menjawab keterbatasan jumlah guru seni yang terbatas,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid.
Dijelaskan, dalam GSMS, seniman mengenalkan dan mengajarkan seni kreasi ataupun tradisi sesuai bidangnya.
“Beragam bidang seni tersebut antara lain seni tari, seni musik, seni teater, seni sastra, seni rupa, dan seni media,” tandasnya.
Menurut Hilmar, pengaruh kesenian dalam membentuk karakter baik pada diri manusia, diyakini dapat menciptakan karakter generasi muda Indonesia yang lebih baik. Jika bisa mengekspresikan dirinya dengan berkesenian, maka (seni itu) akan mempengaruhi wataknya.
Ia berharap, melalui kesenian, dapat terbangun sikap kreatif, apresiatif, dan inovatif peserta didik.
“Anak-anak yang punya akses langsung bersentuhan dengan kesenian, akan bisa mengekspresikan diri dengan bahasa artistic,” jelasnya.
Selanjutnya jika “rasa”-nya sudah terasah, maka ia akan mampu mengendalikan apa yang ada dalam dirinya sendiri, dan itu sangat penting.
Ditambahkan, GSMS adalah cerminan semangat yang bergerak bersama-sama. Menjadi kesempatan dan wadah agar seni lebih mendapat apresiasi di masyarakat.
“Sekolah mestinya menjadi salah satu rumah bagi seniman untuk berkreasi. Mereka (seniman) membagi apa yang mereka miliki dengan murid dan sekitarnya,” jelasnya.
Tujuan program ini, adalah mengenalkan kehidupan seni seperti apa, agar anak-anak akrab dengan dunia seni.
Sasar 28 Provinsi, Libatkan Seribu Seniman
Deni Hadiansyah, sastrawan asal Bandung, Jawa Barat yang tergabung dalam tim perumus GSMS, mengatakan, tim perumus bekerja sama dengan dinas pendidikan untuk memilih seniman yang layak sesuai kriteria juknis.
“Tim yang terjun ke sekolah harus terbukti menguasai seni dan berasal dari maestro lokal dan internasional,” katanya.
Kegiatan ini merupakan bagian dari pengembangan ekosistem budaya, melibatkan 28 provinsi, 28 kabupaten/kota dan lebih dari 1.000 seniman.
Program ini rencananya akan dimulai awal Agustus 2018 yang berlangsung selama tujuh kali pertemuan dan mengacu pada metode pembelajaran yang telah disepakati antara sekolah dan dinas pendidikan.
Setiap pertemuan akan diikuti oleh sekitar 20-40 siswa dengan durasi dua jam. Di akhir proses pembelajaran, diharapkan anak-anak akan terlibat dalam kegiatan bulan pendidikan di sekolah. Terutama sekolah yang sudah mendapat fasilitas alat kesenian dan program dari seniman mengajar. (kemdikbud/siedoo)