Siedoo, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), mendorong pekerjaan leksikografi (penyusun kamus) menjadi profesi yang utuh.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dadang Sunendar, dalam pembukaan Seminar Leksikografi Indonesia (SLI) tahun 2018, di Jakarta, seperti dilansir situs resmi kemdikbud.go.id.
“Pekerjaan leksikografi masih belum menjadi suatu profesi yang utuh. Tetapi ke depan bila banyak pertemuan-pertemuan, seminar-seminar, diskusi kelompok terpumpun, loka karya, dan lain-lain, gaungnya akan semakin terasa. Kita coba usulkan sebagai sebuah profesi yang utuh dan ajek,” katanya.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud mendukung agar pekerjaan penyusun kamus menjadi profesi dengan mengikuti beberapa proses, alur. Seperti mengadakan berbagai pertemuan, dan sebagainya dan terus menggaungkannya sehingga dapat menjadikan leksikografi profesi yang utuh dan ajek.
Menindaklanjuti hal itu, Dadang meminta penyelenggara bersama seluruh peserta dan pemakalah dapat membahas lebih dalam tentang persyaratan-persyaratan menjadi leksikograf, dan bahasan lainnya, untuk mendukung leksikografi menjadi suatu profesi.
“Sehingga tidak ada kehirauan leksikograf di lingkungan Kebahasaan, bahwa pekerjaannya itu tidak sesuai dengan tugas, dan bidangnya ini harus lebih diperkuat,” katanya.
SLI Beri Masukan Penggunaan KBBI
SLI tahun ini diselenggarakan 1-8 Agustus 2018 mengangkat tema “Leksikografi di Era Digital”, dengan menghadirkan lima pemakalah kunci. Yakni, Prof Dr Karnedi, SS, MA, seorang linguis, leksikograf, dan guru besar dari Universitas Terbuka. Pemakalah kunci kedua adalah Dr Sonny Zulhuda yang merupakan ahli hukum siber dari International Islamic University Malaysia.
Tema ini dianggap sangat relevan dibicarakan karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Khususnya teknologi informasi, sangat mewarnai kehidupan saat ini. Dapat dikatakan bahwa tidak ada satu aspek kehidupan pun saat ini yang tidak bersentuhan dengan teknologi.
“Dengan penyelenggaraan SLI dapat memberikan masukan tentang cara penggunaan KBBI, dan membuat aplikasi daringnya semakin menarik,“ kata Dadang.
Selain akademisi, pemakalah kunci yang hadir juga praktisi teknologi informasi. Mereka adalah Ian Kamajaya dan Ivan Lanin. Ian Kamajaya merupakan pengembang Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, sedangkan Ivan Lanin merupakan pengembang aplikasi Kateglo. Pemakalah kunci kelima adalah Azhari Dasman Darnis yang merupakan ketua redaksi pelaksana KBBI Daring.
Selain itu, SLI juga menghadirkan 32 pemakalah terpilih yang berasal dari berbagai latar belakang profesi. Seperti dosen, mahasiswa, guru, dan pekamus.
Para pemakalah tersebut membawakan salah satu dari empat subtema besar, yaitu aspek-aspek penyusunan kamus elektronik, pemanfaatan korpus dalam penyusunan kamus, pengembangan aplikasi untuk kamus elektronik, dan aspek hukum dalam pemanfaatan data kamus elektronik.
Pengguna KBBI Versi Daring Capai 21 Juta Orang
Sementara itu, sejak diluncurkannya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi 5 Daring pada 28 Oktober 2016 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), pencari dan pengguna kamus besar tersebut sudah mencapai lebih dari 21 juta orang.
Menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud, Dadang Sunendar, sejak diluncurkannya 21 bulan yang lalu, jumlah pencariannya sampai dengan saat ini lebih dari 21 juta pencarian dan terus bertambah penggunanya.
Ia mengatakan, berdasarkan catatan yang dimiliki Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, dan juga Kementerian Komunikasi dan Informatikan (Kemenkoinfo) dengan melihat alamat dari laman pemerintah “go.id”, sampai dengan hari ini alamat laman kbbi.kemdikbud.go.id menjadi nomor 1 (satu) di Indonesia.
“Kalau dilihat rata-rata sekarang 23.000 sampai 24.000 pencarian per hari dilakukan oleh semua. Baik warga negara Indonesia maupun asing, tentunya paling banyak Indonesia. Ini semua hanya bisa terjadi di dunia digital,” kata Dadang.
Seminar ini diikuti oleh 74 peserta terpilih yang diseleksi dari 254 calon peserta yang mendaftar. Mereka berasal dari Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Riau, Jambi, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan dengan berbagai latar belakang profesi. Seperti dosen, mahasiswa, guru, penerjemah, dan penulis buku.
Penyelenggaraan seminar diharapkan dapat menjadi ajang pertukaran informasi tentang perkembangan penyusunan kamus, dan menjadi bagian dari agenda rutin Perhimpunan Pekamus Seluruh Indonesia (Perkamusi), perkumpulan pekamus yang dibentuk saat seminar leksikografi Indonesia 2016 lalu.
Sumber:Kemdikbud/(NSK)