BALI – Keselamatan dalam dunia kemaritiman ditentukan dari empat ‘M’. Yang dimaksud empat ‘M’ tersebut adalah Man, Machine, Media dan Management. Dari empat faktor tersebut, faktor manusia lah yang menempati posisi pertama.
“Faktor psikologi manusia dalam pengaruhnya terhadap keselamatan kapal sangat berpengaruh,” ujar Prof Masao Furusho dari Sekolah Pascasarjana Ilmu Maritim, Kobe University, Jepang.
Ia menyampaikan itu saat menjadi keynote speakar di acara Maritime Safety International Conference (Mastic) 2018 di Bintang Bali Resort, Kuta, Bali. Mastic 2018 digelar Departemen Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (FTK ITS) Surabaya bersama Pusat Unggulan Iptek Keselamatan Kapal (PUI Kekal) ITS.
Mastic adalah international conference pertama bidang keselamatan maritim yang dilaksanakan Departemen Teknik Sistem Perkapalan (Siskal) dan PUI Kekal ITS, dengan dukungan Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) Indonesia.
IEEE adalah sebuah organisasi profesi dan publikasi riset yang sudah sangat mendunia di berbagai bidang keahlian. Prof Masao yang juga menekuni bidang Psychology at Sea and on Board tersebut mencontohkan, kesalahan sedikit dalam memprediksi pergerakan kapal yang keluar masuk dari dermaga, atau kelalaian dalam melepas tali kekang kapal saja, sudah sangat bisa berakibat buruk bagi faktor keselamatan.
“Preparasi yang baik, maintenance engine, manajemen sistem yang baik serta paling penting faktor komunikasi antar kru kapal menjadi poin penentu keselamatan,” jelasnya.
Tidak hanya Prof Masao. Pada gelaran konferensi tingkat dunia yang mengambil tema Cultivating Knowledge, Professionalism and Networking towards Global Maritime Safety and Environmental Protection ini juga menghadirkan keynote speaker lain dari Jepang. Yaitu Prof Takeshi Shinoda dari Department of Marine Engineering, Kyushu University, Fukuoka, Jepang.
Dalam presentasinya, Prof Takeshi Shinoda menjelaskan, sebagian besar kecelakaan kapal yang terjadi di dunia selain karena faktor alam, bisa juga terjadi diakibatkan adanya faktor human error. Seperti kesalahan pada menerjemahkan, mendeteksi, dan kesalahan dalam mengoperasikan sistem fungsional kapal yang pada akhirnya dapat menyebabkan matinya fungsi navigasi keamanan kapal.
Oleh karena itu, dirinya menekankan bahwa menerapkan Formal Safety Assessment (FSA) yang telah diresmikan oleh International Maritime Organization (IMO) pada tahun 2002 sangat penting oleh pelaku maritim di negara manapun. Ada lima poin penting yang terdapat dalam FSA, yaitu meliputi identifikasi bahaya, analisa risiko, generasi dari opsi pengendalian risiko, analisa cost benefit.
“Dan terakhir adalah memperhatikan rekomendasi dari pembuat keputusan atau peraturan maritim. Dalam hal ini yaitu pemerintah,” jelas pria yang ahli dalam Naval Architecture itu.
Rektor ITS Prof Ir Joni Hermana MScES PhD menjelaskan, keselamatan pelayaran kapal dan keamanan industri maritim tidak hanya berdampak pada keselamatan manusia. Tetapi juga mempengaruhi lingkungan laut, ekonomi, nelayan dan industri berbasis maritime.
Orang nomor satu di ITS tersebut juga menyampaikan, sebagai institusi perguruan tinggi keteknikan yang memiliki kompetensi utama dalam bidang maritim, sangat mendukung dilaksanakannya Mastic 2018. Sebab Mastic sebagai media untuk bertukar gagasan, informasi, dan jejaring kemitraan dalam upaya meningkatkan kualitas akademik dan meningkatkan kontribusi bagi bangsa dan negara.
“Akhir-akhir ini telah terjadi beberapa kecelakaan kapal di Indonesia yang sangat menyita perhatian kita semua. Saya harapkan ini juga dapat menjadi perhatian pada bahasan diskusi kita di sini,” ujar guru besar Teknik Lingkungan tersebut.
Sementara itu, Dr Dhimas Dwi Hamdani, Ketua Panitia Penyelenggara Mastic 2018 menyampaikan, gelaran Mastic 2018 ini berlangsung hingga Rabu (11/7/2018). Selain menghadirkan acara utama yaitu Seminar Internasional, juga terdapat diskusi pararel yang diikuti oleh pemakalah dan peserta dari berbagai negara.
“Konferensi ini menerima 136 usulan naskah publikasi dari calon pemakalah. Namun, setelah evaluasi yang sangat ketat, hanya 85 publikasi saja yang dipertimbangkan dapat dipresentasikan,” ungkapnya.
Peserta konferensi meliputi para peneliti dari 11 negara. Diantaranya Indonesia, Malaysia, Singapura, Jepang, Korea, China, Australia, Norwegia, Taiwan, dan negara-negara lainnya.
Ia berharap, selama konferensi yang juga dihadiri langsung oleh Ditjen Perhubungan Laut RI dan Distrik Navigasi Kelas 1 Surabaya, peserta yang terlibat baik lembaga akademik, lembaga penelitian, lembaga pemerintah, industri maritim, industri manufaktur, industri perkapalan, serta semua pemangku kepentingan terkait keselamatan laut dan transportasi maritim dapat bertukar ide. Mensinergikan riset dan pengembangan serta membangun jejaring global untuk terciptanya keselamatan maritim global.