YOGYAKARTA – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sejatinya untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, akuntabel, transparan, dan tanpa diskriminasi. Sehingga, mendorong peningkatan akses layanan pendidikan, agar anak Indonesia bisa menikmati bangku sekolah.
Hal itu tidak lain mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan.
PPDB dengan sistem zonasi, di tahun lalu, bukan berarti berjalan mulus. Ada masalah yang mengganjal. Misalnya, ketiadaan sekolah negeri di kecamatan, memaksa siswa untuk menyeberang ke sekolah kecamatan tetangga. Padahal, ketentuan PPDB hanya menyisakan kuota sebanyak 5% untuk siswa dari luar kecamatan.
Akibatnya, banyak dari mereka yang tidak tertampung dan harus bersekolah jauh dari tempat tinggal. Atau bahkan terpaksa memilih opsi sekolah swasta.
Meski begitu, tahun ajaran 2018/2019, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan melanjutkannya. Bahkan, zonasi tidak hanya diterapkan pada siswa, namun juga guru dan tenaga pengajar. Sehingga, mereka bisa sekolah dan mengajar di sekolah yang terdekat dari rumahnya.
“Itu (anak harus sekolah dekat) yang harus diutamakan,” kata Mendikbud, Muhadjir Effendy di Yogyakarta sebagaimana ditulis okezone.
Dalam sistem penerimaan siswa baru, sekolah harus memprioritaskan pada anak-anak di sekitar sekolah. Setelah terisi, baru beberapa persennya diperuntukkan bagi siswa jauh.
Dikatakan, nilai tidak menjadi faktor utama dalam penerimaan siswa baru dan hanya dijadikan pertimbangan saja. Sehingga, radius terdekat antara sekolah dengan rumah yang terdekat, yang harus diprioritaskan.
Tingkatkan Pemerataan Atmosfir Pendidikan
Sementara itu, Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta berharap, pemberlakuan zonasi penuh dalam PPDB tahun ini dapat membuat atmosfir pendidikan di Kota Yogya merata.
“PPDB perlu dikawal agar kualitas atmosfir akademik di masing – masing sekolah dapat merata,” jelas Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta Ariswan, sebagaimana ditulis tribunjogja.
Selama ini, pendidikan di Kota Yogyakarta dianggap tidak adil dan merata. Adanya sekolah yang favorit justru dianggap secara tidak langsung membentuk kasta dalam pendidikan.
Sebab itu, Dewan Pendidikan merasa sistem zonasi akan menjadi senjata untuk dapat meratakan kualitas pendidikn di Yogyakarta.
“Zonasi adalah kesempatan untuk meratakan pendidikan kepada siapapun, tidak dikastanisasi dengan nilai,” imbuhnya.
Wali Murid Menolak
Di sisi lain, sebagaimana ditulis cakrawal.co, para orang tua murid di Yogyakarta melakukan audiensi ke Komisi D DPRD DIY baru-baru ini.
Dalam kesempatan tersebut sejumlah orang tua siswa menyampaikan penolakan terhadap pemberlakukan zonasi bagi siswa dalam penerimaan siswa baru.
”Peraturan zonasi ini kami rasa merugikan siswa. Khususnya yang mempunyai nilai tinggi dan berprestasi, karena tidak bisa memilih sekolah yang diinginkan,” ungkap salah satu orang tua murid.
Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga (Kadisdikpora) DIY Kadarmanto Baskoro Aji menyatakan, zonasi sekolah bagi siswa baru di DIY belum final dan masih bisa berubah. Terutama terkait dengan jarak.
“Namun yang lebih penting, kami juga akan menerapkan juga zonasi bagi para guru untuk efektivitas dan pemerataan kualitas,” akunya.