KEDIRI – Sekelompok mahasiswa mengembangkan alat pembasmi hama otomatis berbasis solar cell atau tenaga surya. Warga Desa Pranggang, Plosoklaten, Kediri, Jawa Timur menyambut positif kehadiran alat tersebut. Mereka berharap alat tersebut dapat terus bekerja dengan baik dan dapat terus dipindah tempatkan agar petani yang lain dapat merasakan manfaatnya.
Inovator itu adalah dosen dan mahasiswa Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang tergabung dalam tim Kuliah Kerja Nyata dan Pengabdian kepada Masyarakat (KKN Abmas). Berlangsung selama tiga bulan sejak Juli lalu, tim KKN Abmas ITS ini akhirnya berhasil membuat tiga alat pembasmi hama dan telah dihibahkan serta disebar ke beberapa titik yang sudah ditentukan pihak desa.
“Jauh sebelum merancang alat, tentu kami perlu melakukan survei terlebih dulu dengan mendatangi mitra untuk berkonsultasi dan meminta persetujuan,” kata Angger Dzaky Hanif, salah satu mahasiswa yang tergabung dalam tim.
Pembuatan karya ini bukan tanpa alasan. Maraknya serangan hama mengakibatkan penurunan produksi pertanian dan membuat para petani mengalami banyak kerugian. salah satunya di Desa Pranggang, Plosoklaten, Kediri. Berawal dari permasalahan itu, maka tim mengembangkan alat tersebut.
Angger mengungkapkan bahwa penggunaan pestisida sudah tak lagi menjadi solusi tepat untuk mengendalikan hama. Selain karena berpotensi meningkatkan populasi hama, penggunaan pestisida juga perlu ditekan demi ekosistem yang stabil.
“Untuk itu, kami mencoba membuat sebuah alat yang ramah lingkungan dan berguna dalam memperbaiki kualitas panen,” ujar Angger.
Berbeda dari alat lain yang pembangkitnya berasal dari batu bara dan diesel, alat ini merupakan sistem energi terbarukan yang dapat menyuplai energi bersih. Untuk itu, alat ini tidak akan menghasilkan gas karbondioksida dalam prosesnya.
“Di samping itu, alat ini terdiri dari sensor cahaya, jaring listrik, pengusir tikus, dan panel surya sebagai sumber energi ramah lingkungannya,” terangnya.
Panel surya tersebut, didapat dari konversi energi matahari menjadi energi listrik. Sedangkan sistem sensor cahaya digunakan agar alat dapat tetap bekerja secara otomatis saat malam hari. Berbeda dari alat pembasmi hama di pasaran, alat ini menggunakan net (jaring) listrik yang dilengkapi dengan penggabungan sinar ultraviolet (UV) dan gelombang ultrasonik yang dapat mengurangi hama tanpa merusak ekosistem.
Sinar UV digunakan untuk membuat serangga dan hama tertarik mendekati net dan mati saat menyentuhnya. Sedangkan gelombang ultrasonik digunakan untuk mendeteksi dan mengusir tikus di radius 120 meter.
“Secara keseluruhan, alat ini memiliki dimensi 100 cm x 60 cm x 240 cm,” rinci mahasiswa kelahiran Kediri, 20 Juli 2000 tersebut.
Menyoal keamanan, Angger dan tim telah menyiapkannya sejak awal dengan melapisi net listrik tersebut dengan pelindung akrilik. Jadi, meskipun terpapar hujan dan tersentuh oleh warga, mereka tidak akan tersengat aliran listrik.
“Selain itu, kami juga menambahkan jaring untuk mengamankan alat tersebut dari jangkauan anak-anak,” jelasnya. (Siedoo)