JAKARTA – Perubahan zaman harus mampu disikapi dengan adaptasi yang tinggi. Lulusan D-4 harus kompeten, baik secara kognitif, keterampilan nonteknis (soft skills), dan integritasnya. Hal Ini resep yang dinilainya harus ada dalam kurikulum D-4. Maka, pengembangan kurikulum harus berfokus pada karakter.
“Jangan hanya (berkutat) di keterampilan teknis (hard skills) saja karena yang dibutuhkan industri adalah pemimpin-pemimpin di lapangan,”kata Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi), Wikan Sakarinto.
Ia menekankan beberapa aspek keterampilan nonteknis yang dibutuhkan lulusan masa kini seperti kemampuan komunikasi, kepemimpinan, dan kerja sama. Ia pun memastikan bahwa proporsi pembelajaran vokasi tetap 60% praktek dan 40% teori. Karena itu, Wikan mengimbau para pemimpin kampus vokasi untuk memastikan bahwa keluaran kampus tidak hanya makalah penelitian, melainkan produk nyata.
“Namun, dari awal input-nya juga penting. Kalau tidak ada niat dan passion, menu D-4 seperti apapun tidak akan sukses. Maka, D-4 harus giat promosi, rebranding, dan edukasi kepada calon mahasiswa, orang tua, dan industri,”imbau Wikan dilansir dari kemendikbud.go.id.
Wikan Sakarinto mendorong para pemimpin kampus vokasi “merancang” D-4 bersama industri selaku calon pengguna lulusan. Dengan demikian, lulusan vokasi semakin dikenal karena perguruan tinggi turut mengedukasi masyarakat tentang pendidikan vokasi. Menurutnya, ketika semua politeknik dan kampus vokasi bergerak meningkatkan (upgrade) diploma tiga ke diploma empat maka industri akan menyadari dan tertarik.
“Ayo kita buat (vokasi) lebih baik, jangan hanya ingin membikin ijazah diploma empat atau ijazah S-1 Terapan. Saya harap, niat bapak dan ibu membuat D-4 bukan hanya untuk asal lulus atau berjualan prodi,”tutur Wikan.
Setidaknya, Wikan berkeinginan ada 50% mahasiswa D-4 masa depan yang berprestasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), olahraga, seni, dan debat.
“Mahasiswa jangan hanya mengejar indeks prestasi kumulatif (IPK). Kita ingin menciptakan pemimpin masa depan, dan ini butuh mahasiswa yang kritis dan kreatif,” harapnya.
Selanjutnya, kepada para pimpinan PTV agar tidak hanya berfokus pada kompetisi keterampilan teknis saja. Namun, pada aspek kognitif dan keterampilan nonteknis mahasiswa, sehingga mereka memiliki kemampuan yang memang dibutuhkan DUDI.
“Mindset hanya hard skills mohon ditinggalkan. Kita sudah ketinggalan zaman, kita terkotak di masa lalu, bahwa vokasi bikin tukang itu salah. Vokasi bikin pemimpin, kreator, inovator. Kita menghasilkan ahli dengan level tinggi, desainer yang solutif di dunia nyata. Makanya, nanti kurikulum semester satu di D-4 itu benar-benar penguatan soft skills dan hard skills yang seimbang,”tuturnya.
Perbedaan utama D-4 dan S-1 adalah porsi praktik yang lebih besar ketimbang teori, walaupun kedua jalur tersebut mewajibkan peserta didik merampungkan 144 sistem kredit semester (SKS). Wikan mengakui, bahwa lulusan D-4 memiliki kelebihan yaitu perolehan project protfolio, serta pengasahan keterampilan nonteknis dan keterampilan teknis yang kuat, selain ijazah dan transkrip.
“Dalam piramida dunia kerja, D-4 lebih banyak dibutuhkan daripada S-1. Namun, D-4 dan S-1 sama labelnya dalam KKNI yaitu level 6 KKNI,”ucap Wikan mengingatkan. (Siedoo)