JAKARTA -Tantangan pendidikan di Indonesia, tanpa pandemi covid-19 pun sudah sangat besar. Baik secara geografi, budaya, maupun infrastruktur. Namun Kemendikbud tetap berupaya menyusun kebijakan terbaik untuk memastikan pembelajaran tetap berjalan.
“PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) bukanlah kebijakan Kemendikbud. Metode ini dipilih agar pendidikan tetap hadir, khususnya bagi anak-anak usia sekolah, dalam suasana yang menyenangkan dan aman,” kata Mendikbud Nadiem Makarim.
Salah satu kebijakan inklusif Kemendikbud pada masa pandemi adalah relaksasi penggunaan Dana BOS. Yang dalam masa pandemi ini dapat digunakan kepala sekolah untuk mendanai kebutuhan sesuai dengan kekhasan sekolah masing-masing.
“Ada sekolah yang lebih butuh laptop untuk dipinjamkan kepada siswa, ada yang butuh kuota data, ada yang butuh untuk menggaji guru honorer, dan lain-lain. Ada keragaman kebutuhan yang dihadapi sekolah, sehingga kami memberikan keleluasaan penggunaan Dana BOS, tentunya dengan pertanggungjawaban dan akuntabilitas yang baik,” ujar Mendikbud.
Ditambahkan Mendikbud, Kemendikbud telah mengeluarkan kebijakan kurikulum di masa kondisi khusus sehingga sekolah diberikan hak untuk memakai kurikulum sesuai dengan kebutuhan sekolah. Apakah memilih kurikulum yang disederhanakan secara mandiri, kurikulum darurat yang disusun Kemendikbud, atau Kurikulum 2013.
“Secara dramatis, Kemendikbud telah menyederhanakan kurikulum agar peserta didik hanya mempelajari apa yang esensial saja untuk naik ke jenjang selanjutnya. Tidak mungkin guru mengajar seluruhnya, dengan keterbatasan yang ada,” tegas Mendikbud.
Mendikbud juga menegaskan bahwa orang tua memainkan peran penting, terutama pada pendidikan dasar dan anak usia dini (PAUD). Kemendikbud membuat modul-modul spesifik yang menyasar orangtua di rumah, lengkap dengan lembar kerja untuk orang tua. Kemendikbud juga memastikan bahwa penggunaan modul-modul ini di satuan pendidikan adalah legal sesuai dengan aturan yang ditetapkan.
“Pada pandemi ini kita punya kesempatan membuat perubahan-perubahan fundamental pada penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Selain budgetary reform, banyak perubahan yang telah kita lakukan dalam dua-tiga bulan, yang biasanya butuh dua-tiga tahun,” kata Mendikbud.
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Hani Nur Cahya Murni mengapresiasi upaya Kemendikbud dalam mendorong inklusivitas pembelajaran di tengah pandemi.
Ia menyebut bahwa sesuai mandat UU No. 23 Tahun 2014, pemerintah daerah wajib menyelenggarakan pendidikan. Di tingkat kabupaten/kota untuk pendidikan dasar (SD-SMP), dan di tingkat provinsi untuk pendidikan menengah (SMA-SMK), sementara pendidikan tinggi ada di Kemendikbud.
“Artinya, perlu bersama-sama,” tegasnya.
Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi Kementerian Keuangan, Sudarto menyampaikan hal senada. Ia mengatakan, butuh kerja bersama untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
“Pemerintah menjamin inklusivitas pendidikan, terutama bagi yang tidak mampu, misalnya lewat KIP, Beasiswa Bidikmisi, dan LPDP,” tuturnya.
Ketua KNIU, Arief Rachman, berharap kegiatan ini menjadi tempat berbagi pengalaman, belajar bersama dan membangun kolaborasi untuk mengatasi tantangan pada pendidikan inklusif.
“Praktik baik yang dilakukan Indonesia dapat menginspirasi negara lain untuk mengembangkan inovasi layanan pendidikan sesuai dengan karakteristik wilayahnya,” ujarnya. (Siedoo)