Siedoo.com - Imam Baihaqi, S.Pd, M.Pd, Kepala SMP Negeri 8 Kota Magelang, Jawa Tengah. (foto: Narwan Siedoo)
ADV Opini

Kejenuhan Pembelajaran Daring Mendekati Titik Klimaks

Siedoo, Merebaknya wabah Covid-19 benar-benar mempengaruhi kegiatan hampir semua sektor kehidupan. Baik itu sektor ekonomi, sosial, agama, bahkan hingga ke sektor pendidikan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sudah memutuskan pembelajaran tetap dilakukan di rumah dengan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Perubahan model pembelajaran dari tatap muka ke daring (dalam jaringan) tentu saja banyak menghambat proses pembelajaran terutama interaksi yang tidak berjalan baik antara guru dan peserta didik. Beberapa kendala bisa saja terjadi seperti tidak ada sinyal, kuota internet habis, bahkan ada beberapa peserta didik yang tidak mempunyai smartphone.

Sekolah dan orang tua harus saling bersinergi menghadapi pembelajaran jarak jauh di rumah. Di mana dalam hal ini peran orang tua menjadi lebih dominan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dikonsepkan oleh pihak sekolah.

Banyak kendala

Tidak dimungkiri, memang kebijakan pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 menjadi solusi utama agar proses pembelajaran tetap dapat berlangsung. Namun dalam pelaksanaannya terdapat kendala dan kekurangan.

Pada saat awal sekolah, saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) hingga proses belajar mengajar di awal semester ganjil pembelajaran dilakukan dengan metode daring. Bukan tanpa halangan, metode belajar daring ini rupanya menyisakan banyak kegelisahan di masyarakat.

Sektor pendidikan Indonesia kini tengah mengalami persoalan serius karena tidak semua pendidik, siswa, atau orang tua benar-benar siap melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar di tengah-tengah pandemi Covid-19. Harus diakui bersama, ada banyak persoalan muncul di masyarakat terkait pelaksanaan proses belajar mengajar secara daring di tengah pandemi Covid-19 ini.

Keluhan yang muncul terkait pembelajaran daring pun muncul beragam. Seperti bagaimana cara memahami karakter psikologis siswa dan pendidikannya agar pola pengajaran Belajar dari Rumah (BDR) yang diberikan dapat tepat guna. Kemudian bagaimana pula persiapan para pendidik guna menyiasati kesulitan siswa belajar dari rumah yang notabene banyak kendala dan gangguan dengan segala permasalahannya.

Baca Juga :  Fitria, Satu dari Jutaan Guru Honorer yang Gigih Mendidik di Tengah Pandemi

Ditambah persoalan dengan pola belajar dari rumah jika posisi rumah siswa dan rumah pendidik yang susah signal, minim perangkat komputer, gawai/gadget yang tidak mendukung, tidak mampu beli kuota serta permasalahan sosial lainnya. Pendidik juga harus sigap dan kreatif dalam membuat sebuah virtual classroom yang menarik sehingga mudah dipahami oleh siswa.

Kontradiktif

Sementara sekolah belum diperbolehkan menggelar pembelajaran tatap muka terkait pencegahan Covid-19, sudah tentu pembelajaran jarak jauh terus berlanjut. Namun di sisi lain, fasilitas umum dibuka dan ramai dikunjungi yang justru menimbulkan kerawanan penularan virus Corona.

Seperti pasar tradisional, pasar swalayan, mal, tempat hiburan dan bahkan tempat-tempat wisata tanpa pelaksaan pencegahan protokoler Covid-19 yang memadai. Hal itu sangat kontradiktif dengan kebijakan yang diterapkan bagi sekolah-sekolah. Padahal sekolah merupakan tempat pendidikan untuk generasi mendatang.

Kebijakan pembukaan fasilitas umum yang tidak diimbangi dengan kebijakan bagi sekolah untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka, dinilai kurang tepat. Karena bisa saja terjadi siswa sekolah usai kegiatan daring, mereka bersama teman atau diajak orang tua mengunjungi  tempat-tempat itu. Hal itu sungguh memprihatinkan dan sangat kontradiktif.

Kebijakan seperti itu bila berlarut-larut akan memunculkan kerugian besar. Di mana untuk generasi yang saat ini yang masih dalam usia sekolah, akan ada sesuatu yang hilang pada mereka, yaitu dalam hal pendidikan karakter, keterampilan dan sosial yang sulit didapatkan saat siswa BDR.

Harus ada win win solution

Melihat fenomena yang terjadi, pemerintah perlu  mencari win win solution untuk kebijakan yang diterapkan kepada masyarakat. Bila fasilitas umum dibuka, meski dengan protokol kesehatan, maka bagi sekolah pun bisa saja dilakukan. Yaitu dengan pembelajaran tatap muka secara terbatas dan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Baca Juga :  Awal Oktober, SMKN 2 Kota Magelang Penuh Kemeriahan

Pemerintah daerah bersama Gugus Tugas Covid-19 dan instansi terkait telah melaksanakan uji coba penerapan pembelajaran tatap muka secara terbatas. Hasil verifikasi pun memadai untuk dilaksanakan pembelajaran tatap muka di semua jenjang pendidikan. Namun sayangnya perkembangan kasus positif Covid-19 juga tidak segera menurun, sementara fasilitas umum dan hiburan tetap dibuka bagi masyarakat.

Kini siswa sudah mulai menampakkan kejenuhan mengikuti pembelajaran secara daring. Mereka melampiaskan kejenuhan dengan main game online, pergi ke tempat hiburan, bersepeda, pergaulan tanpa arah serta kegiatan lain yang kurang mendidik.

Kebijakan berupa win win solution mendesak diupayakan agar pendidikan tetap dapat berjalan dengan baik. Karena sejatinya saat ini, kejenuhan pelaksanaan pembelajaran daring sudah mendekati titik klimaks, dan harus disadari akibatnya bagi generasi mendatang. Semoga pandemi Covid-19 ini segera berakhir dan kita semua bisa menemukan konsep yang tepat untuk Pendidikan di Indonesia. (*)

Imam Baihaqi, S.Pd, M.Pd
Kepala SMP Negeri 8 Kota Magelang
Jawa Tengah

Apa Tanggapan Anda ?