JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menilai ada kesalahan presepsi di tengah masyarakat tentang penghapusan tenaga honorer yang akan dilakukan oleh pemerintah. Menurutnya tidak ada penghapusan guru honorer di Indonesia, khususnya di daerah. Nadiem mengungkapkan jumlah guru honorer di Indonesia cukup besar.
Dikutip dari cnnindonesia.com, Nadiem Makarim mengakui perkara guru honorer sebenarnya tanggung jawab dan ranah pemerintah daerah. Namun ia pun akhirnya turun tangan karena pemerintah daerah belum dapat solusi perbaiki kesejahteraan guru honorer.
“Saya setuju seharusnya ini tanggung jawab daerah. Tapi kenyataannya selama ini bertahun-tahun tetap tidak ada dukungan,” ujarnya di Kantor Kemendikbud, Jakarta Selatan, Rabu (12/2/2020).
Nadiem mengatakan pihaknya merasa turut bertanggung jawab terkait nasib guru honorer dengan gaji yang tak sampai Upah Minimum Regional (UMR). Dengan itu ia menaikkan batas maksimal penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler hingga 50 persen.
Ia pun mengakui kebijakan tersebut belum jadi solusi konkret dan langsung menyelesaikan perkara guru honorer. Namun Nadiem menilai setidaknya ini jadi langkah pertama yang diambil pihaknya.
Sementara itu melansir dari liputan6.com, Komisi II DPR RI menunda acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu, yang membahas seputar tenaga honorer bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi mengatakan, penundaan ini dilakukan lantaran pihak kementerian/lembaga yang diundang tidak menunjukan keseriusan dalam memenuhi undangan tersebut.
“RDP kita tunda karena teman-teman dari pemerintah ada yang tidak siap. Tidak siap dan saya harus mengatakan ini bukti pemerintah ndak serius menyelesaikan persoalan tenaga honorer,” keluhnya.
Arwani menyatakan, Komisi II menyesalkan ketidakseriusan teman-teman dari pemerintah yang menganggap persoalan CPNS dan tenaga honorer ini jadi persoalan yang remeh temeh. Ketidakseriusan ini menurutnya tergambar dari kedatangan tamu undangan yang tidak membawa data sebagai bahan pembahasan.
Dilansir dari kompas.com, sebelumnya, Komisi II DPR, Kementerian PAN-RB, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) sepakat untuk secara bertahap menghapuskan jenis-jenis pegawai seperti tenaga honorer.
Kesepakatan tersebut hasil dari Rapat Komisi II di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020). Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo mengatakan bahwa perlu dipastikan tidak ada lagi pegawai-pegawai yang jenisnya di luar undang-undang. Undang-undang yang dimaksud adalah UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut UU tersebut, hanya ada dua jenis status kepegawaian secara nasional, yaitu PNS dan P3K. Di dalam rapat tersebut, pihak Kemenpan-RB juga mengungkapkan masih banyaknya pegawai yang berstatus non-ASN.
“Untuk tenaga kesehatan, pendidikan, dan penyuluhan yang non-ASN, pemerintah sudah setuju akan masuk ke skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) karena usia mereka sudah di atas 35 tahun, kami akan segera menyusun ini,” ungkap pihak Kemenpan-RB.
Menurut Kemenpan-RB, skema tersebut ditujukan khususnya bagi yang bekerja di lembaga non-struktural. (Siedoo)