MAGELANG – Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Kota Magelang, Jawa Tengah merupakan salah satu Sekolah Adiwiyata Mandiri yang ada di Indonesia, dan satu – satunya di kota setempat. Hal tersebut berkat kerja sama yang solid antara guru dengan siswa.
“Hal yang penting dari kita untuk seperti itu adalah pembiasaan. Menanamkan kepada anak – anak untuk muncul dari diri sendiri. Tapi perlu diingatkan, bahwa yang namanya karakter itu berproses, bisa dipahamkan, bisa dikondisikan,” kata Kepala SMPN 1 Magelang, Nurwiyono S.N, M.Pd.
Guru Agama sekolah setempat, Emha Hendra Ainun Najib, M.Pd mengutarakan, terkait Adiwiyata, sekolah mensosialisasikan kepada siswa sejak masa orientasi. Setiap harinya, para siswa juga ada yel- yel yang khusus tentang lingkungan.
“Jadi sebelum pelajaran itu harus melakukan yel yel, salah satunya ada LH (Lingkungan Hidup), anak – anak harus menjawab hijau, sejuk, nyaman dan lestari itu diucapkan setip hari. Kalau Senin, itu diucapkan bersama – sama setelah upacara, itu rutin,” kata sosok yang juga sebagai Tim Adiwiyata SMPN 1 Magelang tersebut.
Selain itu, ketika usai pelajaran ada aksi ambisa (ambil sampah). Ketika siswa akan pulang, secara bersama – sama membersihkan sampah.
Hal tersebut menjadi sebuah pembiasaan yang positif, bertujuan untuk lebih menekankan sadar dan peduli lingkungan. Pihak sekolah juga menempel sticker di berbagai sudut sekolah, berisikan pesan atau warning tentang hemat air, hemat listrik atau membuang sampah pada tempatnya.
Menurutnya, bagian yang menjadin tantangan ialah menjaga continue agar pembiasaan tersebut tetap berjalan. “Setiap tahun anaknya berbeda, untuk mengelola anak yang baru memang butuh proses. Tapi alhamdulillah disini bisa, masih tetap berjalan,” imbuhnya.
Guru IPA kelas 8 SMPN 1 Magelang Rini Eka Handayani, M.Pd mengatakan, siswa juga berkontribusi kepada sekolah terkait Adiwiyata melalui KIR (Karya Ilmiah Remaja). Meminimalisir limbah seperti pemanfaatan cangkang telur di beberapa warung sekitar lingkungan sekolah.
“Membuat pupuk dari cangkang telur untuk men-support kegiatan siswa anggota GSC (Green School Club). GSC yang menanam, siswa KIR yang memupuki menggunakan cangkang telur,” tutur Rini.
Hal tersebut sebagai salah satu bentuk upaya dalam menjaga lingkungan yang arahnya go green, menyuburkan tanah dengan membuat pupuk. Sosialisasi terhadap siswa lain juga dilakukan dengan memberi edukasi, tentang kemasan makanan yang tidak menggunakan plastik. Misalnya menggunakan paper cup yang mudah untuk dihancurkan.
“Jadi memanfaatkan limbah, memproduksi pupuk. Kemudian mengedukasi teman – teman mereka, untuk meminimalisir limbah plastik dengan menggunakan paper cup, karena lebih mudah diuraikan di tanah,” jelas Pembimbing Ektrakurikuler KIR tersebut. (Siedoo)