Siedoo.com - Simposium SDM Iptek Kelas Dunia. l foto : ristekdikti.go.id.
Nasional

Pengelolaan Beasiswa Bagi Dosen hingga Peneliti Diharap Libatkan Kemenristekdikti

JAKARTA – Anggota Pansus UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) DPR RI, Andi Yuliani Paris mengatakan, adanya UU Nonor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas diharapkan mampu menaikkan anggaran bagi pembangunan SDM Iptek dan Dikti.

Ia menilai, pada pengelolaan beasiswa bagi para dosen, peneliti, dan perekayasa harus turut melibatkan Kemenristekdikti sehingga tidak serta-merta diserahkan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

“Karena Kemenristekdikti yang paling mengerti kebutuhan peneliti serta dosen, dan langsung bersinggungan dengan perguruan tinggi. Jadi menurut saya untuk beasiswa juga harus dilibatkan supaya alokasinya terarah,” ucap Yuliani dilansir dari ristekdikti.go.id.

Paris mengakui bahwa persyaratan beasiswa studi lanjut yang diterapkan oleh LPDP memang sedikit menyulitkan para dosen. Hal ini menyebabkan presentase dosen dan peneliti yang sekolah dengan beasiswa LPDP tidak banyak.

“Mereka lebih memiliki skema yang ditawarkan oleh Kemenristekdikti yang dikelola oleh Ditjen Sumber Daya Iptek dan Dikti,” imbuh Yuliani.

Dalam kesempatan ini Kepala Subdirektorat Kualifikasi Sumber Daya Manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Adhi Putranto mengungkapkan inovasi yang dihasilkan dari pelatihan yang dibiayai RISET-Pro.

“Kerja sama yang sudah pernah itu dengan Bio Farma misalnya seingat saya di vaksin, jadi kami mendorong LPNK dalam konteks ini leadnya LIPI bekerja sama dengan Bio Farma untuk sama-sama riset untuk hasilkan suatu vaksin,” ungkap Adhi.

RISET-Pro juga membiayai pelatihan bagi peneliti dalam rangka mengembangkan Pesawat N219 karya anak bangsa.

“Di samping itu misalnya Pesawat N219, itu ada banyak. Ada PTDI, BPPT, LAPAN. Kami berikan kontribusi di pelatihannya di N219. Misalnya tahun lalu Presiden menginginkan N219 mendarat di laut. Itu prioritas nasional. Kami berikan pelatihan bagaimana pesawat itu mendarat ke laut, (pelatihannya) di Amerika,” ungkap Adhi.

Baca Juga :  Berat, Rencana Pemberdayaan Guru Pensiun Mendapat Penolakan

Guna meningkatkan kualifikasi serta kapasitas para peneliti dan perekayasa, sejak tahun 2013 Kemenrerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) bersama World Bank bekerja sama dalam Program Research and Innovation in Science and Technology Project (RISET-Pro).

Program ini memiliki empat komponen yang saling berkaitan, yakni peningkatan kerangka kerja kebijakan inovasi dan kinerja lembaga litbang Iptek, penguatan sistem pendanaan riset, beasiswa program gelar dan non-gelar, dan dukungan manajemen untuk seluruh komponen.

Selama tahun 2013 hingga tahun 2018, Program Non-Gelar Riset-Pro sudah membiayai dan memberangkatkan lebih dari 1.600 peserta dari LIPI, BPPT, BATAN, LAPAN, BAPETEN, BSN, dan Kemenristekdikti.

Pemerintah mengumpulkan seratus peneliti dan perekayasa teknologi yang sudah mendapatkan beasiswa pendidikan dan pelatihan non gelar dari program RISET-Pro 2013 – 2020. Mereka didorong untuk memanfaatkan kebebasan Indonesia dalam memberikan pelatihan di luar negeri. Hal ini untuk mendorong banyak inovasi di perusahaan dalam negeri.

“Mahasiswa RRC sekarang kesulitan di Amerika untuk mendapatkan visa, maka Anda harus bisa mengambil kesempatan ini dan memperoleh manfaat. Apa yang terjadi di perang dagang Amerika dan China, justru Thailand dan Vietnam, yang lain yang mengambil manfaat itu, termasuk kerja sama penelitian,” ungkap Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (SDID) Ali Ghufron Mukti.

Ali Ghufron lebih lanjut mendorong para alumni untuk berpartisipasi dalam pengembangan inovasi di perusahaan dalam negeri.

“Kami berharap Anda berkontribusi inovasi penelitian yang nanti kami biayai sebagian dan sebagian Anda bisa kerja sama dengan perusahaan yang perusahaan itu kalau melakukan penelitian bisa dapat tax deduction sampai 300 persen. Masalahnya, perusahaan itu bisa betulan melakukan penelitian atau tidak siapa yang tahu. Siapa yang mensupervisi? Tentu Bapak Ibu sekalian harus ikut di dalamnya,” jelasnya.

Baca Juga :  Kemajuan Teknologi Pesat, UU Sisdiknas Perlu Direvisi

Dirjen Ghufron mengungkapkan, peningkatan kualifikasi peneliti dan perekayasa di Tanah Air kerap terkendala oleh keterbatasan anggaran. Sebab itu, pada simposium ini juga dibahas mengenai pendanaan riset.

Adapun salah satu kebutuhan yang mendesak adalah melepaskan ketergantungan pendanaan riset pada APBN yang mendominasi lebih dari 75% sumber pendanaan riset di Indonesia.

“Dengan adanya program karyasiswa Riset-Pro, diharapkan para alumni memperkuat kapasitas keilmuan dan mengembangkan jejaring risetnya untuk dapat memperluas sumber pendanaan risetnya, dari berbagai sumber pendanaan dari luar negeri, dalam negeri, hingga swasta, jadi tidak hanya bergantung pada lembaganya sendiri atau Kementerian,” terangnya. (Siedoo)

Apa Tanggapan Anda ?