Siedoo, Tiga mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) merancang alat khusus, Smart Toilet for Blind People (Smartoblin), sesuai dengan kebutuhan penyandang tunanetra. Alat bantu tunanetra ini untuk meningkatkan kemandirian aktivitas ketika di kamar mandi. Pengembangan alat ini bertujuan untuk memudahkan tunanetra dalam akses mobilitas di kamar mandi dalam kehidupan sehari–hari.
“Smartoblin ini sudah diujicobakan di SLB Yaketunis Yogyakarta,” kata Wahyuni Amilya, salah satu inovator.
Alat ini merupakan karya Raden Budi Santoso dari Prodi Pendidikan Teknik Elektro, Ikhsan Sahida Prodi Pendidikan Teknik Mekatronika dan Wahyuni Amilya Prodi Pendidikan Luar Biasa UNY. Mereka merancang alat yang disebut Smart Toilet for Blind People sesuai dengan kebutuhan penyandang tunanetra.
Pembuatan inovasi ini karena akses mobilitas di kamar mandi penting bagi penyandang tunanetra, guna menjaga keselamatan dan kemandirian mereka. Salah satunya dengan cara menyediakan kemudahan berupa petunjuk, seperti rangsangan auditoris, visual, kinestetik, rangsangan taktual, aroma dan suhu. Salah satu kecelakaan yang berbahaya namun sering kali diabaikan adalah kecelakaan di kamar mandi.
Hal ini bisa disebabkan karena lantai yang licin, stop kontak yang dekat dengan air, dan tidak adanya pegangan toilet. Oleh karena itu, sekelompok mahasiswa UNY itu merancang alat bantu tunanetra guna meningkatkan kemandirian aktivitas di kamar mandi.
“Output Smartoblin yang dihasilkan berupa audio atau suara yang akan mengarahkan penyandang tunanetra dalam beraktivitas di kamar mandi,” jelas Raden Budi Santoso.
Informasi yang akan diterima oleh tunanetra berupa notifikasi bunyi speaker tentang peruntukan kamar mandi untuk laki – laki atau perempuan. Informasi letak peralatan di kamar mandi dan informasi kondisi lantai, apakah licin atau tidak.
“Smartoblin ini dirancang portable, sehingga mudah untuk digunakan di berbagai model kamar mandi,” jelas Budi.
Menurut Ikhsan Sahida, sistem elektronis yang digunakan pada Smartoblin ini meliputi sensor PIR terletak pada dinding kamar mandi, sensor infrared terletak pada dinding bagian dalam, sensor rain FC-37 terletak pada lantai dan rangkaian mikontroller (arduino) serta power supply sebagai sumber tegangan terletak pada dinding bagian luar.
“Cara kerja alatnya, saat tunanetra meraba-raba dinding maka sensor 1 akan mendeteksi objek tersebut dan meneruskan signal ke arduino. Lalu diproses menjadi output suara melalui speaker dan memberikan informasi,” urainya.
Iksan juga memaparkan, potensi hasil yang bisa dikembangkan dari alat ini adalah dapat diimplementasikan lebih luas, karena alat yang dikembangkan tidak terikat oleh model kamar mandi manapun. Selain itu juga memberikan solusi kemandirian mobilitas teman-teman tunanetra di kamar mandi.
Sehingga, teman-teman tunanetra tidak perlu merasa khawatir ke kamar mandi meskipun tidak didampingi oleh orang awas. Karya ini juga berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Karsa Cipta tahun 2019. (*)