Siedoo, Selama beberapa dekade terakhir, kanker telah menjadi salah satu penyebab kematian nomor dua di dunia, setelah penyakit kardiovaskular. Namun, pengobatan kanker yang sudah ada baik melalui operasi, radioterapi ataupun kemoterapi masih belum optimal.
“Itu karena pengobatan kanker tersebut menimbulkan efek samping negatif dan berdampak sangat kuat terhadap pasien. Sehingga, dapat menimbulkan komplikasi yang mengakibatkan kesakitan dan kematian,” kata Anis Nismayanti, Doktor Ilmu Fisika pertama yang mengangkat topik fisika medik dalam disertasinya di Departemen Fisika, Fakultas Sains, Institut Teknologi Seputuh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur.
Anis berhasil melakukan penelitian mengenai terobosan pengembangan teknologi yang memanfaatkan medan listrik sebagai metode pengobatan kanker otak. Penelitian tersebut berhasil menjadikan Anis meraih doktor.
Anis dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude setelah digelar sidang terbuka promosi doktor yang dipimpin Hamzah Fansuri SSi MSi PhD di Ruang Theater B Departemen Fisika ITS. Disertasinya sendiri berjudul Wire Mesh Tomografi untuk Kuantifikasi Distribusi Intensitas Medan Listrik Pada Sistem Perencanaan Terapi Ecct (Electro Capacitive Cancer Therapy) Pada Kanker Otak.
Ibu tiga anak ini menjelaskan, metode pengobatan kanker yang memanfaatkan medan listrik yang dikenal dengan Elecro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) menjadi terobosan baru dalam pengembangan teknologi pengobatan kanker. Itu karena aman dan efektif ketika diterapkan pada kultur sel, model kanker hewan.
Metode ECCT ini bekerja dengan memberikan medan listrik dengan arus kecil berfrekuensi menengah selama beberapa waktu.
“Sehingga dapat menghambat proses pembelahan sel kanker dan menghancurkan sel kanker, ketika sel tersebut membelah diri,” urai perempuan kelahiran 1984 ini.
Anis yang juga sebagai dosen di Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah ini mengatakan bahwa, kunci keberhasilan ECCT adalah perhitungan dan pengukuran distribusi medan listrik secara akurat di daerah tumor atau terapi. Namun sejauh ini masih belum ada metode yang cukup akurat untuk melakukan hal tersebut.
“Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memberikan solusi permasalahan tersebut,” ujar perempuan berhijab ini.
Wire Mesh Tomography, menurut Anis, memiliki fitur yang menonjol untuk mengukur distribusi medan listrik sebagai validasi simulasi numerik di Treatment Planning System (TPS) atau sistem perencanaan terapi ECCT.
Sehingga, sensor ini menjadi pilihan untuk mendapatkan secara presisi dan akurat intensitas medan listrik pada tiap titik persilangan kawat dalam bentuk tomografi dua dimensi dengan menggunakan sebuah fantom. Yakni sebuah alat yang menyerupai jaringan tubuh, khususnya kepala dengan sel kankernya secara tiga dimensi.
Sampai saat ini, wire mesh sensor (WMS) yang digunakan untuk mendeteksi sebaran ukuran bubble dalam aliran fluida ini memiliki kelemahan saat ada sumber tegangan luar lain yang diberikan pada sistem. Sehingga, menyebabkan pembacaan sinyal pada kawat receiver terganggu.
Hadirkan Metode Baru
Maka dalam penelitian ini, Anis menghadirkan metode baru untuk mendapatkan data pengukuran dengan menjadikan semua cabang kawat bertindak sebagai receiver dan pembacaan data tiap titik persilangan kawat diselesaikan dengan rekonstruksi.
Perempuan asal Palu yang sudah melakukan penelitian ini sejak 2015 tersebut, membuat rekonstruksi citra menggunakan algoritma bilinear interpolasi untuk kuantifikasi distribusi intensitas medan listrik pada jaringan tubuh manusia tiruan. Lalu, pendeteksian distribusi intensitas medan listrik pada alat terapi kanker ECCT telah dilakukan menggunakan sensor microstripline patch pada medium udara.
“Namun, sensor ini belum mampu melakukan pengukuran pada sebuah fantom. Sehingga WMS yang ditanam pada fantom akan mendapatkan kuantifikasi distribusi intensitas medan listrik pada alat terapi kanker ECCT. Sehingga sistem perencanaan terapi ECCT lebih optimal,” ujarnya.
Dipromotori oleh Dr rer nat Triwikantoro MSc, Dr Warsito Purwo Taruno M Eng dan Endarko PhD, Anis mengatakan penelitian ini juga bisa diterapkan untuk terapi yang menggunakan medan listrik secara umum.
“Untuk merealisasikan hasil penelitian ini, langkah awal melakukan pendekatan secara personal kepada dokter yang terbuka terhadap perkembangan ilmu dan teknologi,” tandasnya. (*)