Siedoo.com -
Tokoh

Ketika Pakar Geologi Berbicara Solusi Meminimalkan Dampak Gempa

SURABAYA – Kawasan Surabaya Timur dan Utara, Jawa Timur yang jenis tanahnya berupa endapan rawa lebih berpotensi untuk mengalami amplifikasi. Di mana amplifikasi tersebut merambat melalui tanah yang lunak dan menghasilkan amplitudo yang besar.

“Pembesaran ini yang nantinya akan memengaruhi energi dari gempa tersebut. Dengan kata lain kekuatannya akan berlipat beberapa kali,” kata pakar geologi dari Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Dr Ir Amien Widodo MSi.

Pernyataan itu disampaikan berkaitan dengan adanya patahan yang berpotensi menimbulkan gempa di Kota Surabaya, serta berkaca dari bencana alam yang menimpa Lombok, Palu, Donggala dan yang terbaru di sekitar Situbondo. Dosen Teknik Geofisika ITS ini melakukan penelitian terkait kondisi tanah kota pahlawan ini. Penelitian ini ditujukan sebagai sarana mitigasi agar bisa menekan kerugian baik materiil ataupun nonmateriil akibat gempa.

Penelitian ini didasarkan pada penemuan adanya dua patahan aktif yang melewati Kota Surabaya yang diterbitkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) awal September tahun 2017 lalu. Kedua patahan itu yakni patahan Surabaya dan patahan Waru. Patahan Surabaya meliputi kawasan Keputih hingga Cerme. Sedangkan patahan Waru yang lebih panjang lagi melewati Rungkut, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Saradan, bahkan sampai Cepu.

“Dengan adanya data seperti ini, kita harus memetakan dampak akibat gempa yang dihasilkan,” ungkapnya.

Amien menyampaikan selain dipengaruhi kuat oleh struktur bangunan, kondisi tanah juga menjadi parameter untuk melihat efek yang ditimbulkan oleh gempa. Sebab, tanah memiliki karakteristik yang berbeda saat dikenai beban gempa tersebut.

“Tanah memiliki karakter sendiri saat terkena gempa, mereka bisa saja mengalami likuifaksi ataupun amplifikasi,” paparnya.

Baca Juga :  Pengungsi Palu dan Donggala Bisa Sekolah di Sulawesi Selatan

Pria dengan bidang keahlian Geologi Bahaya itu menuturkan, likuifaksi merupakan peristiwa yang terjadi pada tanah yang memiliki lapisan pasir. Di dalam tanah tersebut terdapat air dalam kondisi jenuh yang kemudian akan mendorong ke atas dan mengakibatkan pasir dan air langsung keluar.

“Air itu menjadi bertekanan saat terkena beban gempa,” ulasnya.

Kepala Laboratorium Geofisika Teknik dan Lingkungan ini mengungkapkan, cara pencegahannya, bahwa pemadatan tanah menjadi salah satu hal yang solutif untuk dilakukan. Selain itu, penggunaan fondasi tiang pancang pada bangunan bertingkat juga bisa dilakukan untuk mengurangi dampak dari amplifikasi.

“Sebenarnya sudah banyak yang tahu kalau kualitas tanah di Surabaya kurang baik. Hal itu terlihat dari tingginya pengurukan tanah sebelum membuat bangunan,” ungkap pria asal Yogyakarta tersebut.

Dalam penelitian yang masih berlanjut ini, ia menambahkan bahwa masih ada kemungkinan terjadinya likuifaksi di wilayah Surabaya. Hal ini karena selain endapan rawa juga terdapat tanah yang berjenis endapan pasir pantai.

Namun, diakuinya, untuk rincian luas tanah yang terdampak masih belum bisa ditentukan karena penelitian tanah yang berlangsung sifatnya hanya memindai lapisan.

“Kalau dilanjutkan dengan melakukan pengeboran bisa dilihat berapa luas tanah yang berpasir dan sebagainya,” tandasnya. (Siedoo)

Apa Tanggapan Anda ?