MAGELANG – Setiap sekolah tentu mempunyai peraturan yang berlaku demi kelancaran kegiatan belajar mengajar. Peraturan sekolah dibuat dengan sifat yang mengikat kepada semua elemen yang ada di dalam sekolah.
Sekolah Menengah Atas (SMA) N 1 Bandongan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah mempunyai konsep yang berbeda dalam proses pembuatan tata tertib siswa di sekolahnya. Sekolah tersebut melibatkan siswa dalam membuat aturan dan bahkan sampai tahap mensepakatinya.
“Kami melibatkan siswa dalam membuat peraturan tata tertib siswa. Mereka diberi kebebasan berpendapat untuk mengajukan poin peraturan apa saja yang akan di terapkan di sekolah,” kata Saifuddin, Kepala SMA N 1 Bandongan.
Konsep tersebut sebagai bentuk agar siswa merasa diakui keberadaannya dan memunculkan rasa kebersamaan memiliki sekolah, walaupun porsinya sebagai murid. Nanti teknisnya, diadakan rapat bersama setahun 1 kali untuk mengevaluasi peraturan yang sudah ada dan mengajukan pengubahan peraturan, jika memang dirasa perlu.
Rapat tersebut dihadiri oleh semua siswa kelas X, XI, XII dan dari setiap kelas diwakili 5 siswa atau MPK (Majelis Perwakilan Kelas), OSIS, dan didampingi guru bagian kesiswaan.
“Rapat itu dari siswa dan untuk siswa, guru yang mendampingi tidak boleh berkomentar dan hanya mendampingi saja. Biarkan para siswa untuk bermusyawarah,” tandasnya.
Setelah ditemukan kesepakatan bersama, semua siswa yang terlibat kemudian menandatangani keputusan dari hasil rapat. Kesepakatan diserahkan kepada kepala sekolah dan dibagi ke setiap guru, untuk diteliti dan merevisi format peraturan hasil rapat.
Langkah berikutnya, dari guru dikembalikan kepada kepala sekolah dan mengumumkannya kepada semua siswa, hingga aturan itu diterapkan. Jika ada siswa yang melanggar, tentu akan diberi sanksi.
Tidak hanya diumumkan di lingkungan sekolah saja, tapi peraturan tersebut juga akan dibagi dan diberitahukan kepada orang tua siswa. Bahkan orang tua juga diminta untuk menandatangani aturan tersebut.
“Wali murid itu kan partner-nya sekolah, visi misi apapun sekolah, jika orang tua tidak tahu dan tidak men-support kan jadinya ‘kepleh’ (tidak seimbang),” tuturnya.
Untuk diketahui, ketika era sebelum tahun 2000 saat sekolah masih belum berpagar, siswa diberi sanksi fisik. Seperti lari dan push up oleh guru yang piket.
“Dulu kami beri sanksi fisik namun sekarang kami terapkan sanksi yang bersifat edukatif. Misal ada siswa yang datang terlambat, maka akan kami panggil di mushola dalam keadaan suci sudah berwudlu dan ditanya kenapa datang terlambat. Tentunya jika bangun kesiangan belum sholat subuh, lalu siswa disuruh beristighfar dan diingatkan jika hari ini mati, belum punya amal bagaimana,” jelas Fauzi, Humas SMA N 1 Bandongan.
Selain itu, SMA N 1 Bandongan yang beralamat di Jurang, Bandongan itu juga menerapkan kegiatan religius, seperti hafalan asmaul husna. Kegiatan ini dilakukan bersama setiap pagi sebelum melaksanakan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar).
“Tidak hanya hafalan Asmaul Husna, kami juga ada program membaca dan menghafal surat Yasin, Tadarus Alquran, Ta’lim Alquran dan membaca/menghafal surat-surat pendek,” jelasnya.
Maksud dan tujuan adanya kegiatan itu untuk menambah kualitas dan nilai religius dalam diri siswa. Sehingga, diharapkan kepribadian siswa juga ikut baik. Para siswa juga diajarkan praktek simulasi langsung bagaimana perawatan jenazah, mulai dari memandikan, mengkafani dan mensholatkan sampai dengan memakamkan. (Siedoo)