JAKARTA – Sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) masih menjadi perbincangan hangat di dunia pendidikan di Indonesia. Kalangan anggota DPR RI menilai penerapannya belum tepat jika diberlakukan secara merata.
Karenanya, anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar mengevaluasi PPDB dengan sistem zonasi yang saat ini menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
“Sebenarnya PPDB ini dilihat dari tujuannya sangat baik, namun di Indonesia kondisinya tidak dapat disamaratakan. Harus dibuat bertahap, sama seperti penerapan kebijakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), semua kan bertahap,” ungkapnya melansir dari dpr.go.id.
Menurutnya, belum tepatnya penerapan zonasi di seluruh Indonesia dikarenakan masih banyak daerah yang belum siap, baik dari sisi ketersediaan guru yang berkualitas, sarana prasana, hingga daya tampung sekolah. Sehingga, jika sistem zonasi tetap dipaksakan, berpotensi merugikan peserta didik.
“PPDB dengan sistem zonasi tidak akan terjadi masalah jika kondisi dan kualitas pendidikan di Indonesia sudah relatif sama. Baik dari kualitas guru maupun sarana prasana,” ujarnya.
Untuk itu, politisi Golkar tersebut meminta Kemendikbud melakukan evaluasi terkait penerapan sistem zonasi pada PPDB agar tidak merugikan masyarakat terutama peserta didik.
“Kuncinya penerapan PPDB dengan sistem zonasi ini janganlah dibuat kaku, karena Indonesia ini kan dinamis. Harus disesuaikan dengan daerah, yang penting pemerintah daerah bisa mempertanggung jawabkan,” tegasnya, seraya meminta pemerintah membuat road map dalam memberlakukan sistem zonasi.
Menjawab berbagai polemik, melansir dari detik.com, Mendikbud Muhadjir Effendy menegaskan sistem zonasi adalah yang terbaik untuk memperbaiki sistem pendidikan secara radikal.
Sistem ini telah di terapkan di sejumlah negara sehingga dunia pendidikan mereka bisa maju seperti sekarang. Badan Litbang Kementerian yang dipimpinnya sudah melakukan kajian terhadai sistem ini jauh sebelum dirinya menjadi menteri.
“Jadi bukan serta-merta, saya mimpi dapat wangsit terus menerapkan kebijakan zonasi ini. Tidak,” kata Muhadjir.
Ia merujuk negara maju seperti Amerika, Australia, Jepang, negara-negara Skandinavia, Jerman, dan Malaysia bisa maju antara lain karena menerapkan sistem zonasi.
Persoalan yang dihadapi negara-negara itu pun pada awalnya sama dengan Indonesia, terkait infrastruktur dan kualitas guru yang belum merata. Secara bertahap mereka terus menyempurnakannya sehingga maju seperti sekarang.
“Jadi kalau dibilang sebaiknya menunggu semua infrastruktur sudah baik secara merata, ya tidak perlu ada zonasi. Justru sistem zonasi ini diterapkan untuk mengoreksi dan mengejar ketimpangan secara radikal,” Muhadjir menegaskan.
Toh begitu, dia tak sepenuhnya menutup mata dan telinga atas berbagai kritik yang bermunculan. Terkait keluhan prosentase alokasi bagi calon peserta didik yang berprestasi, dia bersedia mengoreksinya.
“Kalau sebelumnya alokasinya cuma lima persen, saya tingkatkan menjadi 5-15 persen,” ujarnya. (Siedoo)