BANTEN – Provinsi Banten memiliki mobil sains keliling. Mobil yang dimiliki Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) provinsi setempat ini untuk melayani sekolah-sekolah yang belum mempunyai laboratorium maupun sekolah yang sudah mempunyai laboratorium tetapi laboratnya kurang kompeten.
Kepala LPMP Banten, Mochammad Salim Somad menerangkan, mobil sains keliling ini merupakan hibah pada tahun 2002 dari Direktorat Pendidikan Menengah Umum (Dikmenum) yang sekarang menjadi Direktorat Pembinaan SMA.
Ditambahkan Salim, sekolah-sekolah sangat antusias dengan keberadaan mobil sains keliling ini. Bahkan sampai mengantre untuk mendapatkan giliran.
“Untuk mobil sains, kami sudah menargetkan 100 kunjungan tahun ini. Kami memprioritaskan ke daerah-daerah yang jauh dan terpencil. Walaupun mobil kami sudah agak tua tapi masih bermanfaat. Bahkan kami justru kewalahan karena banyaknya permintaan dari sekolah-sekolah,” terangnya.
Diakuinya, beberapa waktu lalu mengadakan sosialisasi tentang mobil sains dan langsung slot sudah penuh sampai bulan Juni. Karena itu, untuk sementara ini, pendaftaran ditutup.
“Walaupun ini kegiatan non Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan bukan masuk tusi utama kami, ini tetap saya prioritaskan,” terangnya.
Alat-alat yang dimiliki LPMP, sambungnya, saat ini sudah mulai tua. Karena itu, dibutuhkan revitalisasi agar mengikuti perkembangan zaman. Untuk alat-alat laboratorium, tahun ini sudah dapat anggaran untuk memperbaharui alat karena alat-alat yang kami miliki sudah agak tua.
“Tahun kemarin, laboratorium sudah kami rehabilitasi secara fisik, dan alat akan kami cicil kemudian agar dalam waktu tiga tahun sudah terbaharui semua. Perlu dicatat, laboratorium yang kami miliki bukan hanya sains melainkan juga komputer,” jelasnya.
Sementara itu, pihak lain dari LPMP Banten, Tatang Suharta menjelaskan, program mobil sains pertama kali dijalankan pada akhir tahun 2004. Pada program di tahun pertama, LPMP telah mengunjungi 20 sekolah.
“Setelah itu terus ditambah karena permintaan dari sekolah banyak. Ketika itu, kami hanya bergerak di SMA tapi ternyata lama-lama di SMP juga kurang. Akhirnya permintaan ke SMP kami layani,” terangnya.
Diakuinya, kebetulan guru di SMP itu guru IPA tetapi ada yang dari fisika atau dari biologi. Karena itu, para guru yang kualifikasinya fisika, meminta pelatihan biologi. Demikian pula sebaliknya, guru biologi meminta pelatihan fisika.
“Sehingga dia bisa melayani siswa bukan hanya dengan dongeng IPA melainkan dengan praktik,” tutur Tatang.
Tatang menambahkan, tidak jarang para guru yang datang ke LPMP untuk mendapatkan pelatihan dalam mengoperasikan laboratorium.
“Kepala LPMP punya program dimana LPMP menjadi center of excellence di provinsi. Jadi program yang tadinya hanya 20 kita tambah jadi 100. Ada juga sekolah yang datang ke LPMP untuk berlatih, dan itu tidak dipungut biaya, bahkan diberi akomodasi dari LPMP, ujarnya.
Tatang berharap agar ke depannya, siswa tidak hanya mendapat cerita tentang proses terjadinya fenomena atau kejadian dalam IPA. “Anak didik tentu harus bisa melakukan dan melihat fenomena-fenomena kejadian secara riil. Caranya tentu saja dengan praktik,” pungkasnya. (Siedoo)