SOLO – Masih sedikitnya ahli khusus yang menangani kebencanaan menjadikan pemikiran pemerintah dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas ahli kebencanaan. Hal itu sebagai solusi mengantisipasi seringnya terjadi bencana di Indonesia.
Terkait hal itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karanganyar, Heru Pratomo Aji, mengusulkan perlunya membuka program studi (prodi) kebencanaan di perguruan tinggi untuk mencetak tenaga ahli yang menangani bencana. Sehingga, pengelolaan atau manajemen bencana bisa dilakukan secara adil.
Sampai hari ini, pihaknya belum mendengar ada prodi kebencanaan di perguruan tinggi. Kalau di LP2M ada rewarning sistem banjir, tsunami ada di pusat studi bencana. Tapi khusus prodi kebencanaan belum ada.
“Bagaimana kalau Unisri (Universitas Slamet Riyadi) mempelopori. Di Unisri bibit-bibitnya banyak, seperti mapala dan sebagainya. Mudah-mudahan bisa ditindaklanjuti masukan ini,” kata Heru dilansir suaramerdeka.com.
Menurut Heru, ketika terjadi bencana sangat jarang ada tenaga ahli menghitung kerusakan dan kerugian. Misal jembatan rusak kena banjir, kalau orang awam yang menghitung, hanya kerusakannya saja sedang kerugiannya tidak bisa menghitung, sebab ilmunya ada di kebencanaan.
Tenaga ahli tidak hanya soal ketrampilan menangani bencana. Tetapi ketika menolong dan bisa melakukan apa. Sehingga tanggung jawab bisa dibagi tergantung kemampuan personel.
Heru yakin, lulusan prodi kebencanaan sangat dibutuhkan. Sebab di 485 kota/kabupaten dan lebih dari 30 provinsi se-Indonesia mempunyai BPBD yang berafiliasi ke BNPD, yang kelembagaannya setingkat menteri. Selain itu, berbagai perusahaan maupun institusi swasta akan banyak yang menggunakan.
Dikatakan Heru, salah satu kelebihan Unisri adalah hubungan bagus antara kampus dengan warga masyarakat, civitas akademika dengan mahasiswa juga dekat. Hal itu perlu ditidaklanjuti dengan terobosan lain.
Heru mengusulkan perlunya pihak Unisri mengundang stakeholder yang ditempati KKN, seperti camat atau lurah untuk memberi materi di kampus. Menurut dia, jarang-jarang birokrasi diundang untuk memberi pembekalan pada mahasiswa.
“Kalau itu dijalankan sangat bagus, sehingga ketika para mahasiswa diterjunkan ke desa untuk KKN. Mereka sudah ‘in’ di hari pertama sesudah serah terima dari bupati ke camat kemudian ke lurah atau kepala desa. Setidaknya koordinator lapangan sudah diajak survey dan bisa koordinasi dengan para lurah atau kepala desa,” papar Heru.
Dukungan pembukaan prodi kebencanaan bagi Perguruan Tinggi pernah disampaikan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir. Hal itu disampaikan Nasir usai memberikan kuliah umum di auditorium Universitas Negeri Semarang (Unnes), Januari 2019 lalu. Ia menyebutkan dalam rencana induk riset nasional 2017-2045, masalah kebencanaan sudah masuk di dalamnya.
“Ini harus kita lakukan agar semua bisa berjalan dengan baik. Pendidikan tinggi yang akan mengajukan program studi kebencanaan adalah Universitas Syiah Kuala. Jadi, ada mahasiswa yang menekuni bidang kebencanaan,” kata Nasir dilansir beritasatu.com. (Siedoo)