JAKARTA – Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) memotivasi agar semua sekolah meningkatkan mutu, dan tidak ada lagi istilah sekolah unggulan. Hal tersebut ditandaskan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Reni Marlinawati. Politisi PPP ini mendukung terhadap sistem yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Dikatakan bahwa, sistem zonasi memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada sekolah-sekolah untuk mengeksplorasi, untuk berkreasi.
“Dan kemudian melakukan kerja sama dengan berbagai pihak agar sekolahnya bisa dikenal,” katanya, dilansir dari dpr.go.id
Kalau tidak dilakukan kebijakan zonasi ini, maka tujuan pemerintah dalam rangka pemerataan pendidikan dan untuk mempermudah akses visibilitas dan mobilitas pendidikan bagi masyarakat tidak akan terjadi.
“Siswa-siswi hanya akan tertumpu pada satu sekolah tertentu yang dianggap sekolah itu baik,” tandasnya.
Jika ini terjadi, tertumpu pada satu sekolah maka ini tidak akan terjadi pemerataan mutu pendidikan. Karena sekolah bermutu akan semakin bermutu dan akan semakin banyak peminatnya.
“Sementara yang tidak bermutu semakin tidak ada peminatnya,” tegasnya.
Menurutnya dengan adanya mobilitas masyarakat yang sangat tinggi, maka bisa dibayangkan ketika dalam satu waktu semua tertumpu pada satu titik, dari berbagai daerah.
“Itu akan mengganggu mobilitas masyarakat,” ungkapnya menambahkan.
Melansir dari tribunjogja.com, Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sekaligus Penasehat Dewan Pendidikan DIY, Wuryadi menyebut, kebijakan mengubah sistem penerimaan peserta didik baru memakai sistem zonasi sebenarnya diadopsi dari Jepang. Di negara tersebut, anak-anak belajar di sekolah yang dekat dengan rumah.
“Di Jepang anak-anak tidak perlu bersekolah di sekolah yang jauh dari rumah. Mereka cukup bersekolah di sekolah yang dekat dengan rumah dengan kualitas pendidikan yang sama baiknya dengan sekolah lain. Sekolah di daerah pusat kota misalnya. Jadi standar pendidikan seharusnya seperti ini,” kata Wuryadi.
Sistem zonasi, menurut Wuryadi diterapkan demi mendorong perubahan sistem pendidikan di Indonesia agar searah dengan konsep di Jepang tersebut. Artinya, bersekolah untuk anak-anak tidak perlu lagi mempertimbangkan mana favorit atau tidak namun prioritasnya adalah sekolah mana yang paling dekat dengan rumah.
Hanya saja, Wuryadi tak menampik jika penerapan sistem zonasi ini bukan sebuah pekerjaan yang mudah di Indonesia. Ini karena pendidikan di Indonesia sudah terlanjur terbentuk seperti sekarang. Yaitu, masih kental dengan adanya sekolah favorit. (Siedoo)