Siedoo, Apakah pembaca pernah mendengar jembatan penyeberangan yang ramah lingkungan. Ini merupakan buah karya tiga mahasiswa Teknik Infrastruktur Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur saat berinovasi. Mereka merancang desain jembatan penyeberangan orang (JPO) yang ramah terhadap penyandang disabilitas atau difabel.
Mengusung Sustainable Design, tim yang dijuluki CT Generation II ini menekankan empat aspek dalam rancangan JPO yang ramah difabel dan lingkungan ini. Uniknya, di samping fungsi utamanya untuk menyeberang, jembatan ini juga dirancang untuk dapat memanen energi terbarukan dengan memanfaatkan kedua musim yang ada di Indonesia.
Tak kurang dari delapan buah panel surya terpasang di atas atap jembatan untuk membendung panas matahari pada musim kemarau. Adapun untuk musim hujan, mereka meletakkan turbin pada talang air yang nantinya akan digerakkan oleh air hujan.
Energi yang tersedia di alam akan diubah menjadi listrik. Sistem ini mampu mencapai efisiensi hingga 60 persen.
Inovasi ini muncul tidak lepas dari minimnya jembatan penyeberangan orang yang ramah terhadap penyandang disabilitas atau difabel. Hal ini lah yang mendorong tiga mahasiswa ITS Surabaya untuk berinovasi.
Ketiga mahasiswa tersebut adalah Nafi Maula Abdullah, M Ali Burhan dan Afif Argadipa Alfiansyah. Tergabung dalam CT Generation II, tim ini bekerja sesuai pembagian tugas, di mana Nafi Maula Abdullah dan M Ali Burhan mengerjakan perhitungan, sedangkan Afif Argadipa Alfiansyah merancang desain jembatan.
Dengan cara itu, mereka berhasil menyelesaikan karyanya dalam waktu dua minggu. Aspek pertama yang mereka tekankan adalah kenyamanan.
“Jika biasanya akses JPO hanya ditunjang dengan tangga, kami membangun lantai miring pengganti tangga untuk memudahkan akses difabel,” jelas Ketua tim, Nafi Maula Abdullah.
Lantai ini dibuat dengan kemiringan 20 derajat. Sesuai dengan peraturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Kami tidak menggunakan lift karena biaya pembangunannya tidak ekonomis,” imbuh pemuda yang akrab disapa Nafi ini.
Dengan dibantu M Ali Burhan atau yang biasa disapa Ali, Nafi membuat analisa perhitungan struktur jembatan yang ekonomis. Mereka menggunakan profil baja WF 400 yang dimensinya tidak terlalu besar, namun tetap kuat untuk memikul besarnya beban.
“Sempat bingung sebenarnya saat akan menentukan profil baja, akhirnya kami pilih baja itu dengan lendutan (lekukan ke bawah, red) sekitar tiga sentimeter,” ujarnya.
Tak ketinggalan, aspek biologis turut mereka sertakan dalam rancangan ini. Tingginya polusi pada udara jalan raya ditekan dengan cara menanam tanaman Lidah Mertua. Tanaman ini juga memiliki bunga yang mekar pada malam hari, dan ini terbukti efektif untuk menyedot polusi udara.
“Selain itu, untuk memanjakan pengguna mereka juga meletakkan bunga Seulanga atau Kenanga di sepanjang jembatan. Bunga asal Aceh ini kami pilih karena memiliki bau yang khas,” terangnya.
Kerja keras Nafi dan tim selama dua minggu tersebut kini telah membuahkan hasil. Desain jembatan garapan mereka tersebut telah berhasil menyabet juara dua pada kompetisi Lomba Gambar Teknik Nasional yang diselenggarakan oleh Politeknik Negeri Malang, beberapa waktu lalu. (*)