JEPANG – Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo, melawat ke Jepang. Di Negeri Sakura ini, eks anggota DPR RI tersebut bertemu dengan WNI yang ada di sana. Perbincangan hangat pun tidak bisa dilepaskan di saat bertemu dengan mereka di Kota Toyota. Salah satu yang diajak ngobrol di antaranya adalah Irwan.
Irwan merupakan seorang guru honorer, yang mendapatkan beasiswa untuk belajar Bahasa Jepang. Sebelum hijrah ke Negeri Matahari Terbit tersebut, Irwan sempat mengajar di SMAN 1 Ambarawa, Semarang, Jateng.
Tetapi, ada rasa kekhawatiran bagi Iwan. Ini seperti yang disampaikannya kepada Ganjar. Ganjar sempat tergelitik dengan lelaki yang mengajak istri dan dua anaknya ke Jepang tersebut.
Ada hal yang masih mengganjal di hati Irwan, yaitu apakah nanti setelah dia menyelesaikan studinya di Jepang masih tetap bisa menjadi guru. Mendengar hal itu, Ganjar langsung memastikan, jika jabatannya sebagai guru bahasa Jepang akan tetap dia miliki.
“Saya undang dia untuk pulang ke Jateng, kalau sudah lulus lapor saya,” kata Ganjar dilansir dari pemprovjateng.go.id.
“Pertanyaannya simple, pak apakah kalau pulang saya masih bisa mengajar? Saya pastikan jawab iya, nanti ngajar di SMK Jateng,” tambahnya.
SMK yang disebut Ganjar itu merupakan sekolah unggulan yang dikelola langsung Pemerintah Provinisi Jateng. SMK Jateng dibuka sejak Juni 2014, sekolah itu dikhususkan untuk siswa berprestasi dari kalangan tidak mampu secara perekonomian. Bahkan, beberapa kali siswanya memuncaki Ujian Nasional se Jateng.
Selain prestasi yang bagus, siswa di sekolah ini juga selalu menjadi rebutan sejumlah perusahaan. Bukan para siswa yang mencari pekerjaan, namun justru pimpinan perusahaan-perusahaan besar yang berebut tenaga kerja berkualitas.
“Nanti ngajar di SMK Jateng, ngajar bahasa Jepang. Agar nanti lulusan SMK Jateng bisa ke sini,” ujarnya.
Karena itu, Ganjar menegaskan agar Irwan tak usah gundah, terlebih dia di Jepang memboyong keluarganya. Kepada hadirin, sambil berseloroh, Ganjar memperkenalkan istri dan anak-anaknya Irwan. “Dia di sini bawa anak-anaknya,” cetusnya.
Yang pertama, katanya, namanya Kenjiro, kedua Kentaro. Ibunya namanya Kitaro. “Jadi waduh luar biasa. Ternyata dengan prestasi yang luar biasa bisa sampai ke Jepang. Sukses ya mas,” katanya.
Selain Irwan, beberapa pemagang dan pelajar hadir juga berbagi pengalamannya sejak berjuang mengikuti seleksi hingga menjalani kehidupan di Jepang. Zainal Arifin (23) salah satunya yang telah dua tahun di Tanah Sakura. Dia warga Karangawen, Kabupaten Demak. Kepada Ganjar, Arifin mengatakan harus mengikuti seleksi tujuh kali, hingga akhirnya lolos magang di Jepang.
“Alhamdulillah sekarang bisa menerima penghasilan sebulan 140 ribu Yen atau sekitar Rp 19 juta per bulan,” ungkapnya yang ingin membuka bengkel motor dan mobil, kelak setelah menyelesaikan magangnya. Saat ini dia magang di Pabrik Meiwa Kougyou membuat mesin produksi di provinsi Aichiken.
Jateng Jalin Kemitraan dengan IM Japan
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Jateng mengembangkan program magang bagi tenaga muda di perusahaan-perusahaan ternama di Jepang. Salah satunya kemitraan program magang yang dijalin antara Pemprov Jateng dengan International Manpower Development Organization Japan (IM Japan), sejak 1993.
Wakil Gubernur Jateng H Taj Yasin Maimoen menyatakan, pihaknya berkonsolidasi dan koordinasi dengan Disnakertrans Jateng, program apa yang bisa di-push untuk SMK. Ternyata yang dibutuhkan saat ini adalah kemampuan berbahasa Jepang dan Korea.
Untuk itu, Gus Yasin, sapaanya menyatakan, lulusan SMK dapat menjadi tenaga migran di dunia industri dan kinerja mereka memuaskan, gaji yang diperoleh pun terbilang besar.
Gaji Besar Jangan Konsumtif
“Awal kerja bulan pertama gajinya antara Rp 10-15 juta per bulan. Nanti berjalan dua atau tiga bulan dievaluasi kinerjanya bagus atau tidak. Kalau kinerjanya bagus, ditingkatkan menjadi Rp 20-25 juta per bulan. Satu tahun dievaluasi lagi, kalau kinerjanya bagus gaji ditambah menjadi Rp 30-35 juta per bulan,” jelasnya.
Namun, putra ulama kharismatik KH Maimoen Zubair itu meminta lulusan SMK yang ingin menjadi tenaga migran di dunia industri mengubah pemikiran mereka. Bahwa pendapatan yang mereka himpun selama bekerja di tanah rantau, sebaiknya tidak semata-mata digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif di Tanah Air.
Lebih dari itu, pendapatan yang dihimpun selama bekerja sebagai tenaga migran industri dapat dimanfaatkan sebagai modal berwirausaha.
“Imej bekerja di luar negeri jangan semata-mata untuk konsumtif. Wangsul langsung kanggo tumbas omah, sepeda motor, mobil. Kontrak kerja diputus banjur ora bisa nyicil omah, sepeda motor, mobil. Kula pengin tenaga migran punya pemikiran bahwa apa yang mereka hasilkan harus dijadikan modal untuk berwirausaha atau membuka lapangan kerja,” pesannya.
Mantan anggota DPRD Provinsi Jateng itu mencontohkan, terdapat Kampung Desainer di Magelang. Di kampung tersebut, banyak warga yang mulanya bekerja di luar negeri. Mereka mumpuni di bidang komputer. Ketika pulang ke Tanah Air, mereka merintis usaha dengan mengajak warga setempat untuk ikut berkreasi membuat desain.
“Kanca-kanca wonten desane diajak, ayo tuku komputer, bareng-bareng desain. Desainnya bagus dan ikut lomba ke Eropa. Alhamdulillah juara tiga. Kampung Desainer, wonge mboten perlu medhal saking griya, tapi duite mlebu terus. Pesanan banyak dari daerah bahkan luar negeri,” bebernya. (Siedoo)