SURABAYA – Standarisasi sebenarnya memiliki urgensi yang sangat tinggi. Apalagi di bidang perdagangan internasional.
“Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK) juga menjadi basis peraturan lalu lintas perdagangan, ini juga bisa mempercepat inovasi produk yang sedang berjalan,” jelas Deputi Bidang Informasi dan Pemasyarakatan Standarisasi Badan Standarisasi Nasional (BSN), Dr Dra Zakiyah MM.
Ia menyatakan itu saat workshop bertema Pendidikan Berstandarisasi di Pendidikan Tinggi di Gedung Rektorat Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur. Dalam rangka memperingati Bulan Mutu Nasional dan Hari Standar Dunia Tahun 2018, BSN dan ITS sepakat untuk meningkatkan mutu dan kepedulian akan standarisasi di perguruan tinggi di Indonesia.
Zakiyah menjelaskan, jika berbicara mengenai inovasi, ini merupakan ruang-ruang bagi lembaga riset dan pendidikan. Dalam hal ini terutama untuk perguruan tinggi agar turut memberikan sumbangsih di dalamnya. Sedangkan isu mengenai pendidikan standarisasi, ia menjelaskan bahwa dalam cakupan wilayah regional atau internasional isu ini sudah sangat menggema.
Misalkan saja di Eropa, mereka sudah membentuk suatu forum pendidikan standar yang membentuk working group untuk mengembangkan sistem dan kurikulum yang menjadi panduan bagi universitas di seluruh Eropa. Sedangkan untuk di wilayah Asia, negara Korea, Jepang dan Thailand juga sudah memasukkan pendidikan standarisasi di kebijakan nasional mereka.
“Untuk Indonesia sendiri, sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2014 mengenai standarisasi penilaian dan kesesuaian,” urainya.
Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa kompetensi sumber daya manusia (SDM) di bidang SPK menjadi tanggung jawab bersama. Termasuk di perguruan tinggi, di mana merupakan pusat pendidikan dan pembekalan kapasitas SDM Indonesia yang nantinya siap diterjunkan dalam dunia industri.
Hal itu juga dikuatkan melalui Peraturan Presiden nomor 34 tahun 2018, yang di dalamnya juga disebutkan dengan jelas bagaimana Indonesia harus menumbuhkan budaya mutu melalui institusi baik formal maupun nonformal. Menurut data dari BSN, baru 19 universitas yang memberikan mata kuliah baik dalam bentuk sisipan maupun kuliah wajib pilihan mengenai SPK ini.
“Itu kalau kita hitung dari jumlah universitas yang ada di Indonesia sekitar 4.600, maka sangat sedikit sekali,” ungkap wanita berjilbab tersebut.
Maka melalui kerja sama yang dijalin dengan Kemenristekdikti, ITS dan perguruan tinggi lain di Indonesia, tujuan BSN ingin lebih meningkatkan kepedulian institusi pendidikan. Khususnya perguruan tinggi dalam mendidik para mahasiswanya, agar lebih paham dan menerapkan pendidikan standarisasi di masing-masing perguruan tinggi yang ada.
Selain dari BSN, pembicara yang memberikan materi perihal standarisasi pendidikan antara lain Dr Uwes Anis Chaeruman MPd selaku Kepala Subdirektorat Pembelajaran Khusus Kemenristekdikti, Prof Dr Ir Dradjad Irianto M Eng dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr Eng Kuwat Triyana MSi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Ir Wini Trilaksani MSc dari Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Dr Dewi Hanggraeni SE MBA dari Universitas Indonesia (UI).
“ITS sangat mendukung dengan adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran terhadap pendidikan standarisasi di lingkungan perguruan tinggi ini,” jelas Sekretaris Institut ITS, Dr Dra Agnes Tuti Rumiati MSc.
Di ITS sendiri, walaupun belum ada mata kuliah khusus yang membahas Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK), namun materinya sudah banyak disisipkan di mata kuliah yang sudah ada di jurusan masing-masing. Kegiatan praktikum yang ada di lingkungan ITS, semua juga sudah didasarkan atas ketentuan SPK yang ada.
Tuti juga menambahkan, pendidikan standarisasi ini akan sangat penting bagi para mahasiswa. Karena, ketika lulus dan memasuki dunia kerja dalam sebuah perusahaan, para mahasiswa dituntut untuk lebih profesional dan akan dihadapkan dengan standarisasi-standarisasi yang ditetapkan di perusahaan tersebut.
Mulai yang sifatnya standar nasional maupun secara Internasional. Mahasiswa nanti akan lebih bisa bersaing, karena semua produk, prosedur dan kebijakan di negara Indonesia ini sudah ada standarisasinya.
“Kalau di Indonesia ada SNI dan internasional ada ISO,” ujarnya.
Wanita yang kerap disapa Tuti ini juga mengatakan, ke depannya ITS akan lebih spesifik lagi dalam memberikan pendidikan standarisasi bagi mahasiswanya. Ia juga menyarankan, ke depan ITS harusnya memiliki unit tersendiri yang menangani standarisasi di segala lini yang ada di ITS.
“Adanya unit tersebut diperuntukkan semakin memudahkan dan meningkatkan sistem penjaminan mutu yang ada,” jelas dosen Statistika ITS ini. (Siedoo)