Siedoo.com - MENTERI Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik lndonesia Mohamad Nasir meninjau lndustri Katalis Pendidikan (Catalyst Teaching Industry) di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis, Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, ITB, Jalan Ganeca, Kota Bandung. (foto: Pikiran Rakyat)
Nasional

ITB Berhasil Produksi Katalis Pertama Buatan Dalam Negeri

BANDUNG – Didukung Pertamina, Institut Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat mampu menghasilkan katalis pertama produksi dalam negeri. Melalui Industri-Katalis Pendidikan ini ITB memproduksi katalis yang biasanya didatangkan dari luar negeri untuk kepentingan komersial.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir meresmikan Industri-Katalis Pendidikan yang ada di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia (TRK) ITB. Secara simbolis, Rektor ITB Kadarsyah Suryadi menyerahkan 17 ton katalis yang diproduksi TRK ITB bersama Pertamina kepada kilang RU-IV Cilacap PT Pertamina (persero) sebagai penggunanya.

Dilansir Harian Pikiran Rakyat, Kepala Laboratorium TRK ITB Subagjo menjelaskan, penelitian pengembangan katalis industri sudah dilakukan di laboratorium TRK ITB sejak 1996. Sampai akhirnya pada 2016 mendapat permintaan untuk menyiapkan dua jenis katalis, masing-masing 1,5 kilogram dengan tekanan 300 atmosphere dan temperatur 280.

“Tidak mungkin kami uji coba di laboratorium kami, sehingga diuji di reaktor komersial,” kata Subagjo.

Di laboratorium hanya bisa membuat 30 gram katalis dalam waktu 3 hari. Sehingga untuk membuat 3 kg katalis perlu waktu sekitar 3 bulan. Belum lagi jika ada hambatan seperti kerusakan alat, listrik pada, atau teknisi yang berhalangan.

Tahun 2016, Kemenristekdikti memberi kesempatan untuk membuat teaching factory berupa Industri Katalis-Pendidikan. Akhirnya membuat proposal untuk membuat industri katalis dengan kapasitas 1-5 kilogram sehari.

Pada waktu yang hampir bersamaan, Pertamina menghibahkan alatnya yang sudah digunakan pada kerja sama yang sudah berjalan sejak tahun 2000. Akhirnya pada 2018 berhasil menghasilkan satu katalis buah kerja sama dengan Pertamina yang diberi nama PK 230 TD.

Katalis itu digunakan untuk membersihkan fraksi diesel dari pengotor senyawa sulfur dan nitrogen.

Katalis ini merupakan satu-satunya katalis yang disintesis dengan teknologi nasional dan digunakan di unit komersial seperti di unit pengilangan minyak bumi. Tahun 2019 direncanakan mempercepat inovasi dengan alat uji lebih banyak lagi. ITB juga mempersiapkan paten untuk semua hasil penelitian katalis industri yang sudah dihasilkan. Subagjo menjelaskan, ITB tidak hanya mengembangkan katalis tetapi juga prosesnya.

Baca Juga :  Menteri Nasir : Hasil Penelitian Wajib Bermanfaat bagi Masyarakat

Kepercayaan dunia industri pada penelitian perguruan tinggi juga meningkat. Katalis yang selama ini sebagian besar diproduksi oleh luar negeri, akhirnya bisa dipenuhi oleh dalam negeri. Hal itu mampu menekan harga katalis menjadi semakin rendah. Jika sebelumnya harga katalis bisa mencapai 22-32 dolar Amerika Serikat per kilogram, kini bisa di bawah 10 dolar Amerika Serikat.

Senior Vice President Research & Technology Center (RTC) Pertamina Herutama Trikoranto mengatakan, proses produksi di kilang Pertamina 80% di antaranya membutuhkan katalis. Sebelumnya, katalis ini harus diimpor. Dana yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan katalis saja mencapai 100-200 juta dolar Amerika Serikat atau lebih dari Rp 1 triliun.

Rektor ITB Kadarsyah Suryadi mengatakan, katalis produksi Laboratorium TRK ITB ini merupakan satu dari sekitar 86 inovasi yang dihasilkan ITB. Inovasi itu ada yang berbasis digital dan berbasis nondigital.

Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan, berdirinya Industri-Katalis Pendidikan merupakan langkah awal untuk memanfaatkan penelitian akademik oleh sektor industri.

Selanjutnya perlu sinergi dengan Kementerian Perdagangan juga Kementerian Pertanian sehingga hasil produksi perguruan tinggi ini bisa dioptimalkan. Keberpihakan pada produksi dalam negeri, akan menurunkan ketergantungan impor dan meningkatkan produksi nasional.

“Oleh karena itu saya sampaikan, jangan buat regulasi yang ruwet. Buat yang sederhana,” ujar Menristekdikti. (Siedoo) 

Apa Tanggapan Anda ?