BANDUNG – Institut Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat memiliki hubungan internasional dengan perguruan tinggi lain dari luar negeri. Kerjasama dengan Universitas Kyoto sudah terjalin mulai April 2015 dan akan terus berlangsung hingga Maret 2020 (selama 5 tahun). Alasan dipilihnya Universitas Kyoto karena kampus tersebut sudah siap secara kapabilitas sumberdaya manusia, fasilitas, teknologi, dan pengetahuan. Banyaknya dosen ITB lulusan dari Universitas Kyoto juga menjadi pertimbangan dalam kerja sama ini.
Keduanya menggelar Joint Coordinating Committee (JCC) untuk yang kelima kalinya sejak kerja sama riset ini dimulai pada April 2015. Dalam pertemuan tersebut, dibahas mengenai kemajuan dari kerjasama riset yang telah terjalin selama empat tahun di bidang pengembangan teknologi eksplorasi sumberdaya panas bumi di Indonesia.
JCC kelima tersebut berlangsung di Ruang Seminar Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, Jalan Ganesha, Kota Bandung. Kerjasama riset yang dijalin tersebut berjudul Project for Technology Development of Steam-spot Detection and Sustainable Resource Use for Large Enhancement of Geothermal Power Generation in Indonesia yang disingkat sebagai BAGUS (Beneficial and Advance Geothermal Use System) Project di bawah skema SATREPS (Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development) yang didanai oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) dan JST (Japan Science and Technology Agency).
BAGUS Project sendiri hadir untuk mengembangkan metodologi dalam mendeteksi titik uap (steamspot) panas bumi di Indonesia terutama untuk mengurangi biaya eksplorasi.
“Tujuan keseluruhan dari proyek ini untuk menekan biaya pengeboran eksplorasi di lokasi yang direncanakan pembangkit listrik tenaga panas bumi karena penerapan teknologi yang dikembangkan,” jelas Project Manager BAGUS Project Mohamad Nur Heriawan, Ph.D.
Menurut dia, selama menjalin kerjasama, sudah banyak kemajuan yang dihasilkan dan beberapa target juga terpenuhi. Antara lain instalasi beberapa peralatan pengujian sampel yang paling modern, perangkat lunak, dan publikasi ilmiah internasional.
Ia menjelaskan bahwa secara umum yang akan dihasilkan dari project tersebut adalah mengembangkan teknologi eksplorasi panas bumi. Tujuan utamanya untuk menurunkan biaya pengeboran atau meningkatkan rasio keberhasilan pengeboran daerah prospek panas bumi.
“Jadi selama ini kita melihat bahwa tingkat kesuksesan pengeboran di daerah potensi panas bumi itu secara umum relatif rendah. Sehingga melalui project ini kita akan meningkatkan rasio kesuksesan di dalam pengeboran reservoir panas bumi melalui teknologi untuk mendeteksi titik uap (steam-spot),” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, tenaga ahli dari Graduate School of Engineering, Universitas Kyoto yang dikoordinir oleh Prof. Katsuaki Koike dengan anggota peneliti Mr. Taiki Kubo, Assoc. Prof. Koki Kashiwaya, Dr. Yohei Tada, dan Assoc. Prof. Tadanori Goto juga mempresentasikan hasil kemajuan riset mengenai projek tersebut.
Kontribusi JICA untuk Para Peneliti di Indonesia
Selain penyediaan peralatan, JICA juga berkontribusi dalam pembiayaan pelatihan-pelatihan bagi peneliti dari pihak Indonesia. Diantaranya Two-week Intensive Geothermal Sience and Technology Training Course yang diadakan di Universitas Kyoto. Setiap tahun sejak 2016, setiap tahunnya ITB mengirimkan sekitar 13 orang peserta untuk mengikuti pelatihan ini yang terdiri dari 10 orang mahasiswa S2 dan 3 orang peneliti muda.
Kontribusi JICA dalam pengembangan fasilitas dan sumberdaya manusia melalui BAGUS Project, mendukung ITB menjadi Center of Excellence untuk ilmu kebumian pada umumnya dan untuk energi panas bumi pada khususnya. JICA akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk kerja sama teknis seperti pengiriman tenaga ahli Jepang, penyediaan peralatan dan pelatihan personil rekan, dan dukungan lain yang terkait dengan proyek kerja sama di Indonesia. JST akan mendukung lembaga penelitian atau peneliti Jepang untuk kegiatan proyek di Jepang.