JAKARTA, siedoo.com -Masyarakat Indonesia, termasuk sivitas akademika dan para guru besar di kampus, berhak mengekspresikan aspirasinya. Hal ini ditegaskan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih.
———
Hak tersebut, tegasnya, telah dijamin oleh negara melalui perundang-undangan. Hal ini menjadi perhatiannya lantaran dirinya tidak ingin suara sivitas akademika dibungkam karena menyampaikan maklumat jelang Pemilu 2024.
“Mereka (mengungkapkan rasa) prihatin,” katanya dilansir dari laman resmi DPR.
Fikri menegaskan negara berkewajiban memberikan ruang agar publik termasuk sivitas akademika bisa mengungkapkan apapun yang ingin mereka suarakan.
“Ini harus diperhatikan. Jangan direspon sesaat supaya tatanan berdemokrasi bisa memberikan porsi kepada elemen masyarakat agar terlibat memberikan masukan tanpa ada tekanan intimidasi dan diskriminasi,” ungkapnya.
Ia menilai setiap pendapat dan masukan yang disampaikan oleh sivitas akademika telah dibuat berdasarkan pada pertimbangan yang matang. Jika aspirasi mereka dinilai sebagai sebuah orkestrasi elektoral oleh oknum tertentu, menurutnya, tidak masuk akal.
“Reaksi mereka (guru besar) ini berdasarkan nilai filosofis. Mereka bereaksi karena prinsip negara kita mulai terusik,” jelasnya.
“Apakah ini karena alasan karena dekat (waktu) Pemilu? Sesungguhnya (aspirasi mereka) lebih dari itu. Saya pikir tidak mungkin para guru besar berpikir pendek. Reaksi mereka ini berdasarkan nilai filosofis. Mereka bereaksi karena prinsip negara kita mulai terusik,” terangnya.
Oleh karena itu, Fikri berharap segenap stakeholder termasuk pemerintah bersikap asertif dalam menanggapi peristiwa ini. Selain melindungi demokrasi, dirinya ingin negara bisa menjaga komitmen untuk memberikan rasa aman kepada rakyat Indonesia.
Diketahui, lebih dari 20 perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, menyampaikan petisi kepada Pemerintahan Presiden Joko Widodo terkait penyelenggaraan Pemilu 2024 terhitung sejak Rabu (31/1/2024). Sivitas akademika tersebut terdiri dari guru besar dan dosen itu juga menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia saat ini mengalami kemunduran.
Sayangnya, Istana menegaskan kritik sejumlah kampus terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi, ditanggapi Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana sebagai upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. (dpr/siedoo)