Siedoo, “Ngindung ka waktu, ngabapa ka jaman”. Sebuah falsafah hidup dalam bahasa Sunda, ungkapan sederhana dari orang tua dulu sebagai nasihat. Indung dalam bahasa Sunda artinya ibu/induk. Memakai imbuhan kata depan nga-, jadi berupa kata kerja yang artinya mengikuti/menginduk. Bisa dimaknai memusatkan pada keadaan dengan berjalan mengikuti waktu dan menyesuaikan dengan suasana yang terjadi.
Konsep penyesuaian ini akan bermakna jika berlaku sepanjang masa. Bila dikaji dan dimaknai secara mendalam, pemahamannya cocok untuk era saat ini. Kala kita mendapat cobaan dari virus Corona, diuji dalam pandemi, bertahan berdiam diri mendekat ke bumi (rumah). Berlindung sambil bersenandung, bertafakur, berintrospeksi memuji Ilahi. Semua berikhtiar menelanjangi hati, mencari pangkal dan solusi yang bisa mengangkat kehidupan kembali, dan hasilnya, “New Normal!”
New Normal adalah semangat gerakan pemikiran yang mengajak kesadaran hati untuk bangkit agar tidak terpuruk dalam keadaan yang menggemparkan tatanan hidup. New Normal merupakan normalisasi keadaan agar tidak beku dan kelu. Keputusan bijak yang dimotori pemerintah untuk beralih memilih hidup sehat dan selamat lahir batin.
New Normal adalah suatu upaya “ngindung ka waktu, ngabapa ka jaman”. Menjalankan tuntutan suasana dalam berbagai sektor. Yang mengundang kreativitas investor untuk meretas kegelisahan massa secara tuntas. Kenormalan baru yang menuntut pengayaan dan penstabilan jaringan seperangkat kerja.
Kinerja optimal yang berbasis hasil olah rasa, olah pikir, olah jiwa, dan olahraga. Semua menuju peningkatan kenormalan, dari yang standar menjadi di atas standar. Suatu kenormalan yang sedang dicetak ulang, dengan kualitas yang lebih membumi. Memberikan penyesuaian prima dalam berbagai pelayanan.
Pembiasaan menjaga perilaku hidup bersih dan sehat dalam keseharian. Dalam tataran etika pergaulan (di antaranya cuci tangan, bersalaman, berpakaian, makan, berbicara), kemasyarakatan, kesehatan, pekerjaan, keagamaan, sosial, berkesenian, dan berkebudayaan membangun peradaban baru.
Begitu pun dalam pendidikan. Tahun 2020 adalah momen menakjubkan dalam memahami arti perubahan. Ujian Nasional (UN) tanpa ada perdebatan bisa ditiadakan. Semua lulus ujian, semua naik kelas dengan mudah. Namun kita semakin berkelas, ini bukan hadiah. Ini atas komitmen, perjuangan, dan ketabahan semua pihak dalam melawan Corona. Semua stakeholder pendidikan pun ikut terlibat. Modal perjuangan dalam perubahan untuk bertahan mencapai pendidikan bermutu, menyongsong Indonesia emas nan gemilang.
Pandemi, kenangan abadi yang merasuk dalam hati sanubari. Membawa memori ke masa depan dan telah kita miliki. Menambah kekayaan rohani yang bisa mengangkat diri semakin bergengsi. Namun demikian, semoga keadaan cepat berlalu. Bukan karena tidak mensyukuri teguran Ilahi, namun peristiwa yang kita harapkan tak terulang kembali. Tak ada lagi yang terinfeksi, terpapar Covid-19.
Suasana pandemi telah menjadi bagian dari hidup kita. Akan selalu terbayang dalam ingatan manakala keadaan alam masuk dalam panorama pikiran. Cakrawala dunia semakin meluas membuka wawasan spiritualisme. Antara keyakinan dan kepastian yang memainkan peran kehidupan. Keyakinan yang mendekatkan umat pada kekuasaan dan keagungan dari Yang Maha Memiliki, Allah SWT.
Covid-19 telah menyatukan konseptor, mengumpulkan banyak inspirasi dan rekomendasi hati, menghidupkan jiwa dengan berjuta sapa mesra. Entah yang berterima atau tidak. Pandemi bukan candaan, bukan misi yang tak berfungsi, bukan visi yang tak pasti. Pandemi adalah takdir di bumi yang harus dihadapi, disikapi dengan penalaran dalam berbagai pertimbangan yang matang demi kemaslahatan umat.
Tiga bulan sudah berjalan semenjak tamu Allah ini melakukan kunjungan. Semoga, kehadirannya ini membawa perubahan berarti. Sejenak mari kita menyepi di relung hati, menafsir hati tuk menghayati yang terjadi. Menyatukan berbagai pemikiran tuk bernaung dalam ranah perubahan.
New Normal menakar segala nalar untuk melangkah dengan segala kesepakatan. Menuju Indonesia sehat dan cemerlang. Generasi Corona telah lahir dengan segala kekuatan dan ketabahan. Tangguh dalam kesabaran atas kerinduan untuk mendeklarasikan kemanusiaan sebagai agen perubahan. Kita disiapkan dengan berbagai peranti perjuangan demi mengimplementasikan kurikulum kehidupan menuju kesepakatan dunia akan Keesaan Yang Mahakuasa. (*)
Eulis Saputra Anggota Komunitas Cinta Indonesia (KACI)