JAKARTA – Kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bisa digunakan untuk menggaji guru non-PNS maksimal 50 persen mendapat sorotan dari anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah. Perempuan berjilbab ini memberikan catatan khusus terkait kebijakan penyalurannya.
Menurutnya, verifikasi sekolah menjadi suatu hal yang sangat penting dengan berbagai keterbatasan karena luasnya wilayah di Indonesia. Mengenai pengawasan penggunaan dana BOS oleh sekolah, Ledia berharap pengawasannya semakin intens karena dana bantuannya ditransfer langsung ke rekening sekolah.
“Untuk menjaga, mengawasi dan melakukan pencermatan, saya harap pengawasanya semakin intens baik itu dari Itjen (Inspektorat Jenderal) maupun dari masyarakat sendiri, ” pesan Ledia.
Sebagaimana kita tahu, saat ini, 50 persen dari dana BOS dapat digunakan untuk membantu membayar honor guru non ASN yang memiliki NUPTK dan tercatat di Dapodik pada 31 Desember 2019 di sekolah penerima bantuan dana BOS. Angka ini cukup signifikan dari sebelumnya hanya 15 persen dari total alokasi yang diterima sekolah.
“Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ) Nomor 8 Tahun 2020 ini merupakan kepedulian Kemendikbud terhadap guru yang kurang dapat perhatian, di mana pada poin terakhir disebutkan bahwa penggunaan dana BOS bisa dipakai untuk membayar honor guru, maksimum 50 persen. Untuk sementara kita lakukan ini dulu,” kata Plt Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbud, Ade Erlangga Masdiana.
Erlangga menjelaskan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim telah melakukan kajian cukup lama sebelum mengeluarkan kebijakan ‘Merdeka Belajar’ episode ketiga ini. Kajian perubahan skema dana BOS ini juga sudah melibatkan semua pihak.
“Kajiannya sudah lama sejak Pak Nadiem masuk ke Kemendikbud. Jadi semua pihak mulai dari guru, (stakeholder) pendidikan, terkait dengan itu, semua dibicarakan, dianalisis dan diambil keputusan,” tuturnya.
Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang berfokus pada meningkatkan fleksibilitas dan otonomi bagi para kepala sekolah untuk menggunakan dana BOS sesuai dengan kebutuhan sekolah yang berbeda-beda. Namun, hal ini diikuti dengan pengetatan pelaporan penggunaan dana BOS agar menjadi lebih transparan dan akuntabel.
Lebih lanjut, Erlangga mengatakan, kenaikan porsi pembayaran gaji guru non-ASN dalam dana BOS dapat membantu meringankan beban kepala sekolah yang sebelumnya kerap mencari dana talangan untuk membayar honor guru tersebut.
“Jadi, sering kali kepala sekolah nyari dana talangan. Itu kan punya risiko. Oleh karena itu Kemendikbud mengeluarkan kebijakan ini,” ujarnya.
Untuk diketahui, pemerintah mengubah skema penyaluran dana BOS pada 2020 dengan memangkas birokrasi. Dana tersebut langsung ditransfer ke rekening sekolah dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN). (Siedoo)