MAGELANG – Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 13 Kota Magelang, Jawa Tengah mengadakan seminar “Penerapan Disiplin Positif pada Gen Z”, Selasa (10/12/2019), di sekolah setempat. Hal itu dilakukan guna memetakan dan menyusun formula yang tepat dalam penerapan displin siswa. Mengingat, mereka berasal dari berbagai latar belakang.
“Kami perlu penerapan disiplin kepada siswa kami harus seperti apa, karena siswa kami majemuk dan kompleks permasalahannya. Perlakuan kami dalam membimbing siswa sudah benar atau belum. Dengan mendatangkan psikolog ini, barangkali, selama ini teman – teman guru yang fokus ke siswa bisa insterospeksi diri,” kata Kepala SMPN 13 Magelang, Yuliastuti, S.Pd.
Kegiatan tersebut diikuti semua guru SMPN 13 Magelang dan berbagai hal ditanyakan kepada pemateri, terkait keseharian yang dihadapinya dalam mendidik siswa. Memotivasi siswa dalam mengikuti akademik dan peraturan yang ada di sekolah.
“Setelah teman – teman mendapat ilmu akan menerapkan kepada siswa,” imbuhnya.
Menurutnya, kegiatan semacam ini sangat bagus jika diadakan oleh MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah). Artinya seluruh guru yang hadir merupakan perwakilan dari setiap sekolah. Karena tidak menutup kemungkinan sekolah yang sudah baik, masih ada siswa yang perlu ditangani dengan perlakuan sesuai generasi sekarang.
Waka Kesiswaan SMPN 13, Rovky Verdiawan, S.Pd menambahkan, selama ini banyak usulan pendapat dan ide dari para guru, terkait dalam pola mendidik siswa. Pengambilan keputusan yang tepat perlu pertimbangan yang matang. Sehingga, perlu masukan dari seorang pakar, khususnya psikolog.
“Setelah kami mendapat pendapat ilmiah dari ahlinya, kita bisa menentukan lebih lanjut lagi pola yang lebih baik untuk siswa khususnya generasi Z ini. Karena di sekolah ini kita berjuang untuk kebaikan siswa di masa depannya,” kata Rovky.
Wacana untuk kedepannya, pihak sekolah akan menyampaikan terkait hal yang diperoleh dari pemateri kepada orang tua. Minimal saat pembagian hasil rapot, disisipi menyampaikan cara dalam mendidik anak yang tepat. Hal tersebut sebagai upaya sekolah dalam penyamaan persepsi antara pihak sekolah dengan orang tua dalam mendidik anak.
Pemateri seminar, Swastika Wulan Pahlevi Nugroho Putri, M.Psi menyampaikan, siswa jenjang SMP secara pembagian generasi, tergolong dalam generasi Z yang tahun lahirnya antara 1995 – 2010. Ada karakteristik tertentu yang berbeda dengan karakteristik gurunya.
“Contohnya kalau zaman dulu belajarnya itu anteng, tapi kalau generasi Z itu multi tasking, ada yang sambil pegang handphone atau dengar musik. Jadi kita mengajak kepada guru – guru untuk bisa memahami siapa yang mereka ajar. Harapannya ketika mereka kenal dengan siswanya akan tahu harus menyiapkan bahan ajaran seperti apa, menerapkan disiplin yang seperti apa,” urai Swastika.
Dijelaskannya, perlu adanya interaksi antara guru dan siswa yang positif. Bisa dimulai dari intonasinya yang disesuaikan, penggunaan kalimat atau instruksinya tidak bersayap namun jelas dan spesifik.
“Lugas, lengkap, intonasi tidak menghakimi, kemudian selalu kita selipkan apa yang kita harapakan dari siswa itu selalu diulang. Kemudian antusias dengan apa yang menjadi minat anak saat ini dan tertarik untuk belajar. Harapannya siswa bisa menerima kita. Ketika kita mau menerapkan apapun, kalau kita sudah diterima oleh anak, mudah – mudahan juga lebih diterima metode yang kita ajarkan,” tuturnya.
Para guru diajak untuk tidak mudah memberi label bandel, nakal atau semacamnya kepada siswa. Misal ketika siswa tidak lengkap memakai atribut seragam, maka bagian seragamnya saja yang perlu diperbaiki.
“Kalau yang tadi diterangkan masih dalam disruptif, masih belum atau masih dibawah perilaku (conduct disorder). Disruptif artinya perilaku yang mengganggu seperti bicaranya ngelawan. Ketika disuruh malah melakukan hal yang lain. Kategori seperti itu awal mula nantinya menjadi conduct disorder,” terangnya.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pengenalan karakterisktik siswa, teknik komunikasi dengan baik dan positif, keterlibatan dengan siswa agar tahu isu terkini dan tahu hal yang menjadi penting bagi siswa. Hal tersebut untuk mempermudah dalam memberi masukan kepada siswa. (Siedoo)