JAKARTA – Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS tahun 2018, jumlah penduduk buta aksara turun menjadi 3,29 juta orang, atau hanya 1,93 persen dari total populasi penduduk. Pada tahun 2017, jumlah penduduk buta aksara tercatat 3,4 juta orang.
Jumlah ini terus turun seiring upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam menjalankan beragam program dan kegiatan untuk menuntaskan buta aksara. Antara lain memperkuat program pendidikan keaksaraan dengan budaya, keterampilan, dan bahasa.
”Kami melaksanakan program keaksaraan dalam dua tingkatan, yaitu keaksaraan dasar bagi warga yang masih buta aksara, dan keaksaraan lanjutan bagi yang telah menyelesaikan program keaksaraan dasar,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Harris Iskandar.
Penuntasan buta aksara menjadi salah satu fokus program pemerintah. Pada awal kemerdekaan tahun 1945 jumlah penduduk buta aksara mencapai 97 persen. Namun pada tahun 2015, jumlah penduduk buta aksara telah berkurang menjadi 3,4 persen atau sebanyak 5,6 juta orang.
Kemendikbud juga menggulirkan program-program keaksaraan dengan memperhatikan kondisi daerah, seperti program keaksaraan dasar padat aksara, program keaksaraan dasar bagi komunitas adat terpencil/khusus, program keaksaraan usaha mandiri, dan program multikeaksaraan.
Selain itu, Kemendikbud melakukan pemberantasan buta aksara dengan sistem blok atau klaster. Yaitu, memusatkan program di daerah-daerah padat buta aksara seperti Papua (22.88%), Sulawesi Selatan (4,63%), Sulawesi Barat (4,64%), Nusa Tenggara Barat (7,51%), Nusa Tenggara Timur (5,24%), dan Kalimantan Barat (4,21%).
Kemendikbud juga melaksanakan program paska buta aksara. Program tersebut diantaranya pendidikan keaksaraan usaha mandiri (KUM) dan pendidikan multikeaksaraan. KUM berorientasi pada pemeliharaan keberaksaraan dengan fokus keterampilan usaha mandiri.
Sedangkan multikeaksaraan berorientasi pada pemerliharaan keberaksaraan dengan fokus pada lima tema pemberdayaan masyarakat, yakni profesi/pekerjaan, pengembangan seni budaya, sosial politik dan kebangsaan, kesehatan dan olahraga, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keberhasilan pemerintah Indonesia dalam memberantas buta aksara memperoleh penghargaan dari UNESCO pada tahun 2012, yakni King Sejong Literacy Prize. Selain itu, sejak akhir 2018, pemerintah Indonesia dipilih sebagai Komite Pengarah Aliansi Global Literasi (Global Alliance for Literacy) UNESCO atas keberhasilan Indonesia memberantas buta aksara. (Siedoo)