YOGYAKARTA – Lembaga pendidikan, selain mempunyai target mengembangkan mutu sumber daya manusia didikannya, juga perlu meningkatkan mutu dari lembaga pendidikan itu sendiri. Mutu yang ditingkatkan bisa dari segi intelektual/akademik, maupun spiritual. Hal tersebut diimplementasikan oleh Keluarga Besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan menggelar acara Syawalan 1440 H dari pukul 07.30 – 12.00 WIB, Senin (10/06/2019).
Sekitar 2.000 peserta hadir dalam acara yang bertema “Merajut Silaturahim untuk Memperkuat Persatuan Menuju UNY Unggul”. Peserta yang hadir dari kalangan dosen, karyawan/tenaga kependidikan, pensiunan, perwakilan mahasiswa, bina lingkungan, mitra kerja dan Emha Ainun Nadjib atau yang kerap disapa Cak Nun.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd mengatakan bahwa, tradisi Syawalan atau Halal Bi Halal ini tidak ada dalam Alquran dan Hadist.
“Tradisi semacam ini hanya ada di Indonesia dan saya kira tradisi/budaya ini baik,” katanya.
Dijelaskannya, sebelum dibakukan menjadi kata dalam bahasa Indonesia, Halal Bi Halal sudah ditemukan dalam kamus bahasa Jawa-Belanda kumpulan Dr. Th. Pigeaud terbitan tahun 1938. Halal bi Halal dalam kamus tersebut terdapat pada entri huruf ‘A’ dengan kata ‘alal behalal’ dengan arti yang sama, dengan arti ‘halalbihalal’ yang dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Yaitu, acara maaf-memaafkan pada hari Lebaran dan merupakan suatu kebiasaan yang khas dari Indonesia.
Versi lain menyebutkan bahwa halal bi halal merupakan gabungan kata berbahasa Arab. Ada dua kata halal yang berarti ‘boleh’ atau ‘diizinkan’ digabungkan dengan kata penghubung bi yang berarti ‘dengan’.
“Sehingga berarti halal dengan halal, artinya saling menghapus segala hal yang dilarang. Seperti dosa dan kesalahan terhadap orang lain. Harapannya dengan halal bihalal ini dapat memberi spirit untuk meningkatkan kinerja dalam rangka mewujudkan UNY unggul,” tandasnya.
Selain itu juga disampaikan 3 hal penting untuk meningkatkan kinerja agar mewujudkan UNY unggul, diantaranya Personal Goal Setting (perencanaan tujuan) adalah tujuan atau arah yang menjadi niat kita dalam bekerja.
“Mari kita niatkan dalam bekerja semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT. Niat beribadah akan membuat kita sadar bahwa, apa yang kita kerjakan untuk kepentingan kinerja diri sendiri dalam rangka pengabdian kepada lembaga. Dengan demikian kita akan meningkat mutu kehidupan dalam berprofesi,” tuturnya.
Harapannya agar senantiasa dapat bergairah bekerja, khususnya untuk peningkatan kinerja harus memberikan yang terbaik yang bisa dilakukan, meski sekecil apapun.
Hal yang kedua adalah Purpose (kejelasan tujuan), dengan niat dan tujuan yang jelas, maka dapat mempersiapkan semua hal untuk mewujudkan niat yang sudah dimiliki. Sebagaimana orang beribadah, mempersiapkan diri untuk beribadah dengan khusuk.
Sedangkan hal yang ketiga ialah Passion, besarnya kesulitan atau tantangan yang dihadapi penentuan jalan keluarnya lebih ditentukan oleh Passion atau gairah dalam menjalankan tugas yang dijalankan.
“Mari kita teguhkan tujuan karir berprofesi kita agar memiliki arti penting, relevan dan lebih mendekatkan diri kepada niat untuk beribadah yang pada akhirnya akan menghantarkan kita kepada kesuksesan kinerja kita,” ajaknya.
Berlokasi di Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta, Jl. Colombo No.1, Karang Malang, Caturtunggal, Kacamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, secara garis besarnya Cak Nun menerangkan hikmah Syawalan. Ia bersama Prof. Dr. Suminto A. Sayuti, salah satu guru besar di Fakultas Bahasa dan Seni dan Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
“Hidup itu ada kolusi dengan Allah, karena ada Allah maka kita tidak kalah. Alasannya adalah kasih sayang, karena apabila kita betul-betul pasrah ikhlas diberi takdir apapun, maka Allah tidak akan mentakdirkan,” kata Cak Nun.
Ada klausul untuk mendapatkan ridha Allah di dunia maupun akhirat yang bukan transaksi rasional, tetapi melainkan transaksi cinta. Puasa Ramadhan untuk mengingatkan bahwa, manusia butuh membatasi diri dan mengendalikan diri.
Lebih lanjut dikatakan bahwa, manusia diberi akal untuk meregulasi mana yang bisa dikendalikan. “Oleh karena itu, ada matriks halal, haram, makruh, sunnah untuk meregulasi mana yang harus dibatasi dan mana yang harus dilampiaskan,” jelasnya.
“Mari hayati Idul Fitri sebagai kemurahan Allah yaitu kembali ke fitrah. Asal tidak melakukan tiga hal yaitu jangan mencuri, menghina atau menghilangkan nyawa, maka akan diridhoi oleh Allah,” tandasnya. (Siedoo)