Siedoo, Setiap anak memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan minat dan bakat mereka. Mereka layak untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Tidak terkecuali para penyandang tunanetra yang juga merupakan generasi penerus bangsa.
“Untuk itu ITS dengan kesungguhan hati turut andil dalam mewujudkan impian anak-anak penyandang tunanetra dalam berkarya,” kata Dr Ir Hendra Kusuma M Eng Sc, salah satu tim riset braille ITS.
ITS sudah berhasil menciptakan alat printer khusus para tunanetra. Program ini merupakan komitmen yang dibangun ITS dalam men-support anak-anak berkebutuhan khusus seperti tunanetra.
ITS sudah mengembangkan printer braille ini sejak tahun 2012 dengan mengembangkan mesin cetak braille dari Norwegia. Hingga kini ITS sudah bisa memproduksi secara utuh prototipe mesin printer braille sendiri dengan kapasitas cetak 400 karakter per detik.
Salah satu kendala dalam pembuatan prototipe mesin cetak braille adalah pada harga komponen mesin yang tidak bisa dibilang murah. Dalam membuat satu prototipe mesin cetak braille dapat menghabiskan dana sebesar kurang lebih Rp 500 juta.
Komitmen ITS untuk membantu anak-anak penyandang tunanetra di Indonesia dalam bidang literasi, diperlihatkan Fakultas Teknologi Elektro (FTE) ITS saat memberikan pelatihan dengan tema Workshop on Using Braille Embosser and Text Editor Software for the Blind and Visual Impairment Student. Workshop yang bekerja sama dengan Motorolla Solutions Foundation (MSF) tersebut berlangsung selama empat hari di Gedung Departemen Teknik Elektro ITS, mulai Selasa (7/5/2019).
“Pada dasarnya yang kita tekankan dalam workshop ini adalah untuk membangkitkan motivasi para peserta untuk dapat berkarya dan tidak patah semangat di tengah keterbatasan mereka,” jelas Hendra.
Hendra juga memotivasi anak-anak penyandang tunanetra dengan memberitahu mereka bahwa ada nama-nama hebat di dunia ini yang meskipun tunanetra namun tetap bisa berkarya dan menorehkan prestasi. Salah satu yang ia sebut adalah penyanyi terkenal Stevie Wonder atau Stevland Hardaway Morris, yang juga dikenal sebagai penyanyi tunanetra asal Amerika.
Atau bahkan Saqib Shaikh, seorang tunanetra yang bekerja sebagai software engineer di perusahaan multinasional Microsoft.
“Saat ini kami (ITS, red) memiliki dua printer braille yang berada di Laboratorium Departemen Teknik Elektro ITS, nantinya dua mesin ini dapat dimanfaatkan secara penuh oleh siswa-siswi ini dalam mencetak karyanya maupun mencetak dokumen-dokumen pribadi mereka. Seperti kartu nama, rekening bank dan lain-lain,” ungkap Tri.
Kerjasama dengan Organisasi Luar
Sementara itu, Dekan FTE ITS Dr Tri Arief Sardjono menjelaskan, workshop ini bisa terselenggara berkat bantuan dari MSF yang bermarkas di Amerika Serikat (AS). MSF sendiri merupakan lembaga sosial yang didirikan dari Motorolla Solutions.
Ia menceritakan, dalam perjuangannya untuk mendapatkan pendanaan dari MSF ini tidaklah mudah. Dirinya bersama tim harus melalui proses seleksi yang cukup panjang dan rumit.
Namun, ia bersama tim riset mesin cetak braille ITS dengan ketulusan hati untuk membantu para penyandang tunanetra tidak patah semangat. Setelah melewati tim reviewer dari Motorolla yang berasal dari salah satu Non-Government Organization (NGO) di AS, hasilnya dari Indonesia hanya ada dua yang berhasil mendapatkan pendanaan dari MSF ini yaitu, ITS dan Yayasan Pintar Pemersatu Bangsa.
“Bila ITS soal pelatihan mesin cetak braille, Yayasan Pintar Pemersatu Bangsa ini merancang program pelatihan untuk mitigasi bencana banjir di Jakarta,” imbuhnya.
Tak hanya itu, setelah melewati seleksi dan review berkas dari NGO dari MSF tersebut, ITS juga berhak mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan pendanaan dari lembaga sosial lainnya di seluruh Amerika Serikat. Padahal untuk bisa mendapatkan hak tersebut harus melalui seleksi yang sangat ketat.
“Ini salah satu langkah ITS untuk bergerak dalam bidang sosial di skala internasional, karena kita (ITS, red) tahu dalam proyek skala besar seperti pengembangan mesin cetak braille ini tak bisa hanya mengandalkan dari pendanaan lokal saja,” tuturnya mengingatkan.
Dalam sambutan workshop yang dibuka secara resmi itu, Tri mengatakan, workshop ini menghadirkan 15 siswa-siswi tunanetra dari dua Sekolah Luar Biasa (SLB) di Surabaya yaitu SLB Tipe A Yayasan Pendidikan Anak Buta (SLB A YPAB) yang berada di Jalan Tegalsari, Surabaya dan SLB A YPAB yang berada di Jalan Gebang Putih, Surabaya.
Lima Prototipe Mesin Cetak Braille
Adapun dari lima prototipe mesin cetak braille yang sudah berhasil dibuat ITS, tiga di antaranya sudah diberikan ke SLB yang ada di Ambon, Jayapura dan Pangkal Pinang. Pendanaannya berasal dari program Direktorat Pelayanan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Kemendikbud sejak tahun 2012.
Ia juga menuturkan, targetnya dalam pelatihan ini peserta akan dilatih bagaimana menggunakan komputer untuk menulis dan mengkonversikan tulisan latin ke dalam huruf braille menggunakan software Mitra Netra Braille Converter (MBC). Selain itu juga, peserta akan dilatih untuk mengoperasikan printer braille milik ITS dan mencetak langsung tulisan mereka.
Dari program ini, ITS mengharapkan motivasi peserta akan bangkit untuk berkarya dalam bidang literasi atau sejenisnya yang nantinya karya mereka bisa dicetakkan di ITS.
“Kita juga akan memberikan kemudahan, bila nantinya peserta ingin mencetak berkasnya di ITS bisa dikirimkan secara online,” tandas dosen Teknik Biomedik ini.
Untuk pengoperasian program di komputer, Tri memaparkan bahwa ada software atau perangkat lunak yang bernama JAWS (Job Access with Speech). JAWS merupakan sebuah software untuk membaca layar (screen reader) yang berguna untuk membantu penderita tunanetra dalam menggunakan komputer.
“Jadi nanti ada panduan berupa suara yang menuntun mereka dalam mengoperasikan komputer tersebut dengan menggunakan software JAWS ini,” tandasnya. (*)