JAKARTA – Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengabaikan Peraturan Menristekdikti (Permenristekdikti). Aturan ini meminta pendidikan advokat digelar perguruan pinggi (PT). Peradi menyatakan UU Advokat dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan payung hukum ke Peradi dalam program itu.
“Kewenangan konstitusional organisasi advokat melaksanakan PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat) diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 2018 tentang Advokat, sebagaimana dinyatakan dalam tafsir konstitusional petitum putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-XIV/2016,” kata Ketua Umum DPN Peradi, Fauzie Yusuf Hasibuan dilansir detik.com.
Hal itu tertuang dalam surat yang ditandatangani dan dikirim ke seluruh DPC Peradi dan mitra PKPA sebagaimana dikutip detikcom, Minggu (31/3/2019).
Putusan MK yang dimaksud berbunyi:
“Yang berhak menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat adalah organisasi advokat dengan keharusan bekerjasama dengan perguruan tinggi yang fakultas hukumnya minimal terakreditasi B atau sekolah tinggi hukum yang minimal terakreditasi B”.
“Kewenangan organisasi advokat untuk menyelenggarakan PKPA menurut undang-undang secara hirarki perundang-undangan yang mempunyai kedudukan lebih tinggi. Seyogyanya tidak boleh bertentangan dan atau digantikan peraturan menteri,” ujar Fauzie.
Saat ini Peradi sudah melakukan perjanjian kerjasama antara DPN Peradi dengan perguruan tinggi di pihak lain.
“DPN Peradi perlu menegaskan kepada DPC Peradi dan mitra penyelenggaran kerjasama PKPA di seluruh Indonesia untuk tetap melaksanakan PKPA dan berjalan sebagaimana mestinya sampai ada petunjuk lebih lanjut,” papar Fauzie.
Peraturan menteri yang dipersoalkan yaitu Peraturan Menristesdikti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Program Profesi Advokat. Menristekdikti menyerahkan penyelenggaraan pendidikan advokat ke kampus-kampus Fakultas Hukum minimal akreditasi B.
Pasal 3 ayat 1 menyatakan Program Profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diselenggarakan paling kurang selama 2 semester setelah menyelesaikan Program Sarjana dengan beban menyelesaikan belajar paling kurang 24 (dua puluh empat) Satuan Kredit Semester (SKS).
“Program Profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan sebagai program lanjutan yang terpisah atau tidak terpisah dari Program Sarjana,” demikian bunyi Pasal 3 ayat 3. (Siedoo)