Siedoo.com -
Nasional

Di 11 Provinsi Angka Buta Huruf Masih Tinggi

JAKARTA – Tahun 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mencatat angka buta aksara tinggal sekitar 2,068%. Hal tersebut berdasarkan data yang dihimpun dari Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kemdikbud, berdasarkan data proyeksi Badan Pusat Statistik.

Selain itu, penduduk Indonesia yang telah berhasil lepas dari buta huruf mencapai 97,932%. Sehingga dari prosentase sisanya dapat dikatakan tinggal sekitar 3,474 juta orang yang masih buta aksara.

Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan (Bindiktara) Abdul Kahar mengatakan masih ada beberapa daerah angka buta huruf masih tinggi. Hal itu bila dilihat dari masing-masing provinsi untuk Angka Buta Aksara usia 15-59 tahun di Indonesia.

“Masih terdapat 11 provinsi memiliki angka buta huruf di atas angka nasional,” kata Abdul Kahar dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kemdikbud, Depok, Selasa (12/2/2019).

Kesebelas provinsi tersebut yaitu Papua sebesar 25,843%, NTB 7,787%, NTT 5,365%, Sulawesi Barat 4,36%, Kalimantan Barat 4,283%, Sulawesi Selatan 4,686%. Kemudian Bali 2,908%, Jawa Timur 3,427%, Kalimantan Utara 2,562%, Sulawesi Tenggara sebesar 2,510%, dan Jawa Tengah 2,267%. Sedangkan 23 provinsi lainnya sudah berada di bawah angka nasional.

Sebuah Upaya Besar

Keaksaraan bukan hanya sekadar prioritas pada aspek baca, tulis, dan hitung (pendidikan). Tetapi merupakan investasi yang sangat penting bagi masa depan dan kemajuan bangsa yang bermartabat dan berbudaya.

Capaian keaksaraan Indonesia merupakan upaya besar selama bertahun-tahun. Namun demikian, upaya yang paling penting adalah meningkatkan kesadaran seluruh keluarga bahwa membaca harus dimulai dari keluarga atau rumah tangga.

Sangatlah penting untuk melakukan investasi terhadap pentingnya keaksaraan agar menginspirasi semua orang, sehingga tidak ada seorang pun di rumah kita yang buta aksara. Semua individu termasuk orang dewasa perlu berpartisipasi secara aktif dengan cara mereka sendiri, baik dengan mendaftarkan, melaporkan atau membelajarkan mereka,” papar Abdul Kahar.

Baca Juga :  Rektor Tak Memiliki Kewenangan Mengatur Mahasiswa Demo

Upaya pemerintah melalui Kemdikbud adalah memberikan layanan program pendidikan keaksaraan dan pengembangan budaya baca masyarakat. Layanan program pendidikan keaksaraan terbagi atas dua yaitu pendidikan keaksaraan dasar dan pendidikan keaksaraan lanjutan.

Pendidikan keaksaraan dasar bertujuan sebagai layanan pendidikan bagi orang dewasa usia 15 tahun ke atas. Dengan prioritas 15-59 tahun yang buta aksara latin agar memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, berbahasa Indonesia, dan menganalisa. Sehingga memberikan peluang untuk aktualisasi potensi diri, sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 86 Tahun 2014.

Sedangkan pendidikan keaksaraan lanjutan (Keaksaraan Usaha Mandiri dan Multikeaksaraan) merupakan layanan pendidikan keaksaraan yang menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik. Yaitu yang telah selesai melaksanakan pendidikan keaksaraan dasar dalam rangka mengembangkan kompetensi bagi warga masyarakat pasca pendidikan keaksaraan dasar.

Pendidikan keaksaraan lanjutan juga diatur dalam Permendikbud Nomor 42 Tahun 2015. Untuk Pengembangan budaya baca dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah memberikan layanan program kampung literasi, sarana ruang baca publik seperti Taman Bacaan Masyarakat (TBM) rintisan dan TBM Penguatan.

Untuk menggaungkan budaya membaca masyarakat, pemerintah pusat bersama pemerintah daerah mengadakan Gerakan Indonesia Membaca (GIM) di tingkat Kabupaten/Kota. (Siedoo)

Apa Tanggapan Anda ?