JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Sutan Adil Hendra menyatakan wilayah Indonesia sangat berpotensi terjadi gempa bumi dan bencana lainnya. Karena, posisinya berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia.
Untuk itu, agar anak didik tidak turut menjadi korban, ia mengusulkan pemerintah merelokasi sekolah-sekolah yang berada di daerah rawan bencana. Dinyatakan, pemerintah bisa membuka opsi relokasi sekolah yang terletak di daerah rawan bencana seperti daerah pinggiran sungai, di kaki bukit dan di atas tebing yang curam.
“Hal ini sebagai bentuk antisipasi kejadian bencana alam yang tidak diinginkan,” tegas Sutan dilansir dari dpr.go.id.
Ditambahkan, potensi bencana lain seperti letusan gunung berapi banjir, tsunami, longsor juga menghantui masyarakat Indonesia. Menurutnya, jika sekolah berada di daerah rawan bencana, kendati sudah dibangun sekolah darurat, tiap tahun kegiatan belajar mengajar (KBM) juga terganggu.
Salah satu contohnya, Sungai Batanghari di Jambi yang akhir tahun lalu meluap dan menyebabkan banjir. Akibatnya, beberapa sekolah turut terendam banjir dan KBM terganggu.
“Kita akan membantu pembangunan kembali ruang kelas baru dan beberapa fasilitas yang rusak akibat terkena banjir tahunan sebagai akibat luapan sungai Batanghari,” tandas legislator dapil Jambi itu.
Sebagaimana diketahui, dampak dari tsunami dan gempa di Palu, Sulawesi Tengah pada September lalu, bangunan sekolah rusak sebanyak 2.736 unit.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan Retno Listyarti, mengusulkan perlu adanya kurikulum sekolah darurat untuk menyikapi tingginya intensitas bencana alam di Indonesia.
Menurut Retno, berbagai bencana alam yang terjadi di Indonesia termasuk tsunami Selat Sunda, seharusnya bisa menjadi acuan untuk merumuskan kurikulum sekolah darurat.
Namun begitu, Retno mengimbau agar kurikulum sekolah darurat tidak disamakan dengan sekolah reguler.
“Sangat tidak adil jika sekolah darurat harus menerapkan kurikulum nasional yang saat ini berlaku. Sementara sarana prasarana minim, kondisi pendidik dan psikologis anak belum stabil serta rendahnya kenyamanan proses pembelajaran,” jelasnya dilansir dari tirto.id. (Siedoo)