BANDUNG – Provinsi Jawa Barat (Jabar) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 tidak sepenuhnya melaksanakan mekanisme jalur zonasi. Hal itu sudah mendapat lampu hijau dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sehingga dalam PPDB 2019, Jabar juga menyesuaikan dengan kondisi setempat.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku sudah bertemu dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengenai masalah tersebut. Ridwan mengatakan, Mendikbud telah memberi arahan tentang pelaksanaan PPDB di Jabar.
“Arahannya, sesuaikan dengan kondisi di daerah, jadi tidak saklek, hitam-putih begitu saja,” kata Ridwan.
Ia mengatakan, teknis PPDB yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jabar baru akan dirapatkan pekan ini. Sehingga, Ridwan mengaku belum bisa menjelaskan teknisnya.
Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 menyebut tiga jalur pendaftaran PPDB yaitu zonasi paling sedikit 90 persen, prestasi paling banyak 5 persen, dan perpindahan tugas orang tua paling banyak 5 persen.
Mekanisme PPDB 2019 ini tidak berlaku untuk SMK, sekolah swasta, sekolah layanan khusus, sekolah pendidikan khusus, dan sekolah berasrama. Serta sekolah di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Permendikbud ini juga memuat sanksi atas pelanggaran ketentuan ini. Kementerian Dalam Negeri bisa menegur kepala daerah yang membuat aturan tidak sesuai dengan mekanisme. Pemerintah pusat juga bisa mengurangi dana bantuan dari pemerintah pusat ataupun Bantuan Operasional Sekolah untuk pelanggaran di pasal tertentu.
Ridwan mengatakan, jika diterapkan sama persis dengan Permendikbud, sekolah-sekolah yang dibangun sejak masa kolonial seperti SMA 3 dan SMA 5 tidak akan mendapat siswa. Sebab sekolah-sekolah itu tidak berada di area pemukiman warga.
“Kalau menggunakan 90 persen zonasi, SMA 3 dan 5 tidak ada siswanya. Kalau teorinya jarak kilometer, kedua SMA itu juga tidak ada siswanya,” paparnya seperti dilansir pikran-rakyat.com.
Meski begitu, Ridwan tetap menyatakan kesetujuannya PPDB dengan sistem zonasi ini. Menurut dia, biaya pendidikan tertinggi di Jawa Barat untuk kebutuhan transportasi.
Jarak yang jauh antara rumah dan sekolah membuat orangtua harus mengeluarkan biaya lebih untuk ongkos. Selain itu, jarak yang jauh menyebabkan tingkat stres anak tinggi. Ridwan menandaskan, Permendikbud itu betul, tapi pelaksanaannya di daerah, disesuaikan. (Siedoo)