JAKARTA – Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Ajaran 2018/2019 masih banyak sekolah yang mengumumkan daya tampung tidak sesuai dengan rombongan belajar (rombel).
Sebagian besar sekolah, belum dapat menerapkan seleksi jarak antara sekolah dengan tempat tinggal peserta didik sesuai dengan prinsip zonasi. Selain itu, masih banyak sekolah menerapkan kuota zonasi, prestasi, dan perpindahan domisili tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018.
Karena itu hadirnya Peremdikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB Tahun Ajaran 2019/2020 sebagai penyempurnaan aturan sebelumnya dan hasil evaluasi PPDB tahun lalu.
Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Chatarina Muliana Girsang menjelaskan bahwa, aturan tersebut secara subtantif tidak berubah dibanding aturan sebelumnya.
”Ini merupakan hasil evaluasi PPDB tahun lalu. Jadi lebih rinci,” ucapnya dilansir dari jpnn.com.
Sementara itu, Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, Permendikbud tentang PPDB tahun 2019 merupakan hasil konkret dari evaluasi pelaksanaan PPDB tahun lalu. Sehingga, ke depan Indonesia memiliki acuan lebih baik dalam perumusan kebijakan akses pendidikan yang lebih merata.
Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 lahir dari hasil evaluasi pelaksanaan PPDB tahun sebelumnya dengan melakukan uji publik ke lima daerah yaitu Kalimantan Timur, Yogyakarta, Sumatera Utara, Bali, dan Banten sejak 15 November hingga 4 Desember 2018.
“Aturan ini merupakan bentuk peneguhan dan penyempurnaan dari sistem zonasi yang kita kembangkan dan ini akan menjadi cetak biru yang digunakan Kemendikbud dalam upaya untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada. Baik di sektor pendidikan formal maupun nonformal, serta menemukan formula penyelesaiannya secara terintegrasi dan menyeluruh,” katanya melansir dari kemdikbud.go.id.
Lebih lanjut ia menuturkan, manfaat pendekatan zonasi adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail sesuai dengan kondisi dari tiap zona. Hal ini agar mendapat penyelesaian yang lebih objektif.
“Gambaran makroskopik (gambaran makro) dapat kita pecah-pecah dalam skala mikroskopik untuk diselesaikan menurut zonanya. Zonasi menjadi basis data dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan peta sebaran distribusi guru, ketersediaan sarana prasarana dan fasilitas sekolah, termasuk wajar (wajib belajar) 12 tahun,”tuturnya.
Menyoal keberpihakan sistem zonasi di daerah, terdapat pengecualian bagi sekolah tertentu. Seperti sekolah swasta, SMK, Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK), Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN), Sekolah Pendidikan Khusus, Sekolah Layanan Khusus, Sekolah Berasrama, Sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal), dan sekolah di daerah yang jumlah pendudukan usia sekolah tidak dapat memenuhi ketentuan jumlah siswa dalam satu rombel.
Melansir dari tribunjabar.com, PPDB 2019 tidak lagi menerima siswa dari jalur Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM). Mendengar hal tersebut, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku akan membahas masalah ini dengan DPRD setempat.
“Saya belum lihat, tapi saya bahas dulu dengan DPRD karena keputusan pendidikan multidimensi,” katanya.
Ia mengaku belum bisa berkomentar banyak karena harus mengecek untuk mendalami masalah tersebut.
“Kuncinya satu, adil. Apa pun alasannya kalau dimensi keadilan terkoyak, saya sampaikan pembelaan,” ujarnya.
Ridwan Kamil mengatakan, akan mengambil sikap jika kebijakan baru ini dianggap tidak adil bagi masyarakat. (Siedoo)