Siedoo, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur mengagendakan prosesi wisuda ke-118. Jadwal wisuda akan dihelat pada 15-16 dan 22-23 September 2018 nanti. ITS meluluskan 3.613 mahasiswa dari 10 fakultas yang ada mulai jenjang diploma (D3-D4), sarjana (S1), magister (S2) dan doktor (S3).
Dari jumlah mahasiswa itu, satu mahasiswa mampu menarik perhatian. Ia adalah Riswanda Himawan, mahasiswa Departemen Teknik Kimia ITS yang berasal dari program beasiswa Bidikmisi berhasil mencetak indeks prestasi komulatif (IPK) hampir sempurna, yakni 3,9.
Riswanda berhasil meraih predikat cumlaude lewat IPK 3,9 dengan masa studi empat tahun. Putra ketiga dari pasangan Riyono dan Anik Widjajati ini merupakan satu dari 441 teman lainnya penerima beasiswa Bidikmisi yang lulus pada wisuda periode September 2018 ini.
Tumbuh dari keluarga sederhana, tak menghalangi Riswanda Himawan untuk berhasil meraih nilai tertinggi. Ia tak menyangka, dengan kondisi ekonomi keluarganya, akhirnya ia bisa mengenyam bangku kuliah. Ketika baru lulus Sekolah Menengah Atas (SMA), ayahnya yang merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga harus memasuki masa pensiun dari pekerjaannya.
“Saat itu saya sudah tidak ada harapan untuk lanjut kuliah dan berpikir untuk mencari kerja saja membantu keluarga,” kata pria kelahiran Gresik tersebut.
Namun berkat dorongan dan informasi beasiswa bidikmisi dari gurunya di SMA Negeri 1 Gresik, Riswanda memberanikan diri mendaftar lewat jalur undangan atau Seleksi Nasional Masuk PTN (SNMPTN). Bermodal nilai bagus dan beberapa sertifikat nasional hasil capaiannya selama di SMA, Riswanda akhirnya berhasil diterima di Departemen Teknik Kimia ITS.
Tak sia-sia, perjuangan berkuliah dengan dana pas-pasan hasil beasiswa bidikmisi, Riswanda berhasil meraih IPK tertinggi se-ITS pada Wisuda ke-118. Selama kuliah, nilainya pun konsisten tak pernah lepas dari lima besar di departemennya.
Meski demikian, hasil yang didapat tak semudah membalikkan telapak tangan. Mendapatkan IPK tinggi, Riswanda mengaku harus melakukan kerja sampingan dalam memenuhi kebutuhannya selama kuliah.
“Benar memang beasiswa bidikmisi cukup dalam menanggung biaya makan dan kuliah. Tapi belum cukup untuk membayar sewa kos,” ungkapnya blak-blakan.
Sembari menimba ilmu, anak pertama dari tiga bersaudara ini terpaksa mengais rejeki dengan menjadi guru les dan tutor astronomi.
“Alhamdulillah dengan kerja sampingan, saya bahkan bisa memberi (uang, red) ke orangtua,” ucap pria yang hobi bermain musik ini penuh syukur.
Dengan keberhasilan yang diraihnya saat ini, Riswanda berpesan bahwa sebagai mahasiwa bidikmisi tidak boleh minder dan merasa rendah diri untuk terus berprestasi. Hal ini dikarenakan negara sudah memberi fasilitas dan harus bisa dipertanggungjawabkan.
“Masih banyak orang di luar sana yang rela menukarkan segalanya agar bisa berada di posisi ini (mahasiswa PTN dengan beasiswa pemerintah, red),” jelasnya.
Soal rencana untuk melanjutkan pendidikan S2, pria kelahiran 25 September 1995 ini mengaku harus menunda dulu mimpi tersebut dan memilih untuk berkarir. Saat ini, pria yang dulu juga sebagai tutor olimpiade sains ini sudah diterima bekerja di PT Essentra, yakni perusahaan manufaktur multinasional dari UK yang berada di kawasan Berbek Industri, Sidoarjo.