Siedoo.com -
Opini

Trik Membentuk Pola Pikir Siswa Baru Hasil Penjaringan PPDB Zonasi

Siedoo, INPUT calon peserta didik baru jalur Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi yang tidak melalui seleksi akademik, tentu menjadi persoalan tersendiri bagi sekolah apabila tidak sesuai harapan sekolah.

Hal tersebut ditandaskan Dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur, Atok Miftachul Hudha. Sebagaimana diketahui bahwa sistem zonasi juga mengutamakan calon siswa yang berada di dekat sekolah.

Dicontohkan, input peserta didik baru PPDB zonasi, rata-rata nilai rendah, semangat belajar rendah, gaya belajar tidak ada, karakter pelajar belum terbentuk, prestasi tidak terpola, dukungan orang tua rendah dan hal lainnya.

“Tentu hal ini menjadi pekerjaan sekolah untuk mencari menjawab dan mencari solusinya. Solusi agar semua calon peserta didik baru berada pada pola pikir yang sama, sesuai dengan visi dan misi yang menjadi kebijakan sekolah untuk mempertahankan mutu dan kualitas sekolah,” tulisnya dalam malang-post.com.

Ditandaskan, setidaknya perlu dilakukan tiga hal untuk menyamakan pola pikir dalam mewujudkan visi dan misi sekolah. Yaitu: Komunikasi, Inovasi, dan Dedikasi.

Pertama adalah Komunikasi

Komunikasi yang dimaksud, adalah memperluas jejaring sekolah dengan warga sekolah maupun lembaga atau institusi pendukung pelaksanaan pendidikan di sekolah. Serta, komunikasi rutin dan efektif dengan seluruh peserta didik dan orang tua peserta didik.

“Komunikasi merupakan alat efektif bagi sekolah untuk menyalurkan otoritasnya. Sehingga, segala kebijakan sekolah dapat disosialisasikan melalui forum komunikasi yang dibentuknya,” jelasnya.

Salah satu forum komunikasi efektif yang sudah dimiliki sekolah adalah forum paguyuban orang tua siswa. Hidup matinya forum orang tua siswa sangat tergantung bagaimana sekolah melakukan pembinaan dan komunikasi yang baik dengan forum tersebut. Serta, bagaimana penerimaan sekolah terhadap forum tersebut dan sebaliknya.

Baca Juga :  Protes Zonasi Sekolah, Sempat Mau Jalan Kaki Bandung - Istana Merdeka

“Membaca berbagai capaian prestasi para peserta didik di suatu sekolah, ternyata tidak bisa dipisahkan dengan komunikasi efektif antara sekolah dengan forum orang tua siswa. Intensitas komunisasi yang tinggi antara sekolah dengan forum orang tua siswa, berkorelasi positif terhadap capaian belajar dan prestasi peserta didik, serta terbentuknya pola dan karakter peserta didik,” bebernya.

Dikatakan, secara psikologis telah ditunjukkan, jika sekolah memberi ruang positif dalam komunikasinya dengan para orang tua, maka kepercayaan tersebut ikut berimbas kepada psikologis anak akan rasa diterimanya dirinya di sekolah tersebut.

“Berangkat dari hal ini, maka tidak ada alasan bagi para guru untuk berpola pikir. Bahwa komunikasi antara orang tua dan sekolah adalah tanggung jawab wali kelas, wakil kepala sekolah, atau bahkan kepala sekolah. Jika masih saja ada guru yang berpola pikir demikian, maka sesungguhnya guru tersebut telah memutus komunikasi efektif dengan orang tua siswa,” tulisnya lebih lanjut.

Kedua adalah Inovasi

Inovasi, merupakan langkah strategis untuk keluar dari kebiasaan dan zona aman. Kondisi di kebiasaan dan zona aman yang selalu dipertahankan sekolah sesungguhnya menjadi awal terwujudnya ketertinggalan.

“Karena itu, dengan input peserta didik yang heterogen menjadi upaya sekolah untuk mencari inovasi. Bagaimana memproses input yang heterogen tersebut menjadi kekuatan bagi sekolah. Sekolah tidak bisa terburu-buru menyatakan, bahwa input akademik yang rendah dari peserta PPDB zonasi menjadi ancaman bagi turunnya mutu dan kualitas sekolah,” paparnya.

Karena semua itu, bisa jadi adanya prestasi akademik rendah diikuti dengan prestasi non – akademik yang justru bisa mengukir prestasi sekolah. Itulah sebabnya, inovasi dalam bentuk pembinaan peserta didik, inovasi pembelajaran di kelas, inovasi peningkatan kapasitas guru, maupun inovasi pengelolaan pendidikan sangat dibutuhkan.

Baca Juga :  Anak Muda Harus Kepo Sejarah Bangsa

“Pengalaman berbagai negara maju, yang mencari inovasi pembelajaran guna membantu peserta didik yang lambat belajar, ternyata berbuah penemuan model pembelajaran yang inovatif dan efektif,” cetusnya.

Dimisalkan seperti Lesson study (LS), yang merupakan sebuah model pendekatan pembelajaran yang pertama kali dikembangkan di Jepang. Ini dilakukan untuk menghargai semua potensi yang dimiliki peserta didik. LSI berhasil menjawab dan menjadi solusi guru dalam menghadapi berbagai perbedaan prestasi akademik dan non -akademik peserta didik.

“Keberhasilan lesson study (LS) telah banyak ditiru dan dicontoh. Bahkan diterapkan di berbagai sekolah dan jenjang pendidikan di Indonesia. Tentu inovasi muatan lokal yang karakteristik dan dimiliki oleh masing-masing sekolah menjadi kekuatan yang harus dibangun. Karena itu, semua pimpinan dan seluruh civitas akademika di sekolah harus mampu menerjemahkan muatan lokal dimaksud menjadi sumber kekuatan inovatif yang dapat dimanfaatkan untuk membangun mutu dan kualitas sekolah,” jelasnya panjang.

Ketiga Dedikasi

Dedikasi diterangkannya adalah dedikasi guru dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik dan pengajar. Dedikasi guru sangat penting dalam membentuk ketauladanan peserta didiknya melalui proses mendidik dan mengajar.

Ki Hajar Dewantara, adalah sosok guru sejati yang menjadi figur yang patut dijadikan panutan dalam mendidik dan mengajar. Mendidik dan mengajar merupakan dua kegiatan yang berbeda dan harus hadir dalam setiap pribadi guru menjalankan profesinya.

“Guru yang hanya mengajar saja tanpa mendidik, maka akan menghasilkan peserta didik yang terisi pengetahuan atau ilmu pengetahuan saja, tanpa terbentuk karakter dan ketauladanan. Dengan demikian, mendidik tidak dapat dipisahkan, bahkan ditinggalkan dengan mengajar,” ucapnya.

Guru yang berdedikasi, sosoknya pasti akan dikenal dan dikenang para peserta didiknya sampai kapanpun. Sebab, peserta didiknya merasakan telah mendapat ilmu pengetahuan dan keteladanan. Bahkan kepribadian diri yang telah dibentuk oleh gurunya.

Baca Juga :  Optimalkan Perpustakaan Sekolah untuk Meningkatkan Minat Baca Siswa

“Sebab itu, tidak salah jika filosofi guru adalah ‘sing di gugu lan di tiru’ artinya sosok yang di taati dan ditauladani. Berangkat dari filosofi guru dimaksud tentu menjadi sumber kekuatan untuk mewujudkan peserta didik yang maju dan berkualitas. Sehingga, berdampak terhadap kemajuan dan peningkatan kualitas sekolah,” jelasnya.

Apa Tanggapan Anda ?