Siedoo, CALISTUNG (baca, tulis, hitung) merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai siswa usia SD. Namun tidak ada keharusan bagi anak usia dini. Mengingat, anak usia dini berada pada periode emas. Di mana pada periode ini otak akan paling banyak menyerap apa yang dilihat dan didengar oleh anak.
Orang tua menyekolahkan anak-anaknya ke PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau ke Taman Kanak-Kanak (TK) pada umumnya berharap, ketika anak memasuki usia Sekolah Dasar (SD) sudah mahir dan pandai dalam membaca, menulis dan berhitung.
Hal ini dipicu tidak sedikit SD favorit yang menerapkan aturan anak yang mendaftar di SD itu sudah harus bisa membaca, menulis dan berhitung. Sehingga, orang tua banyak berharap di TK maupun PAUD sudah mulai diajarkan tentang calistung.
Berdasarkan pada aturan hukum positif, dalam Permendiknas RI Nomor 58 Tahun 2009 tentang “Standar Pendidikan Anak Usia Dini”, ada 4 tingkat pencapaian, terkait dengan kemampuan calistung bagi anak usia 4-6 tahun, yaitu:
- Pura-pura membaca cerita bergambar dalam buku dengan kata-kata sendiri.
- Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung.
- Membaca nama sendiri.
- Menuliskan nama sendiri.
Berdasarkan Permendiknas ini, kemampuan tertinggi yang diharapkan dari anak lulusan TK adalah membaca dan menulis namanya sendiri. Inipun cukup nama pendek, sekedar mengenali namanya dan memberi nama lembar kerjanya.
Untuk mendukung aturan ini, Dirjen Dikdasmen mengeluarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 1839/C.C2/TU/2009 Perihal: Penyelenggaraan Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Penerimaan Siswa Baru Sekolah Dasar.
Ada 3 hal yang ditekankan dalam surat edaran ini, yaitu :
- Pendidikan di TK tidak diperkenankan mengajarkan materi calistung secara langsung.
- Pendidikan di TK tidak diperkenankan memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada anak didik dalam bentuk apapun.
- Setiap sekolah dasar (SD) wajib menerima peserta didik tanpa melalui tes masuk.
Memaksa anak usia dini baik yang duduk di PAUD atau TK untuk mahir membaca, menulis, dan berhitung ternyata berbahaya. Hal ini diungkapkan oleh Direktur PAUD Kemdikbud, Sudjarwo Singowijoyo.
Ia mengatakan, memaksa anak usia di bawah lima tahun (balita) menguasai calistung dapat menyebabkan si anak terkena ‘Mental Hectic’. Yaitu anak menjadi pemberontak. Penyakit ini akan merasuki anak di saat kelas 2 atau 3 Sekolah Dasar.
Selain itu, pendidikan calistung hendaknya tidak dipaksakan untuk diajarkan dalam pendidikan anak usia dini hingga menjadi tes saringan masuk SD. Bila dipaksakan, dikhawatirkan bisa membuat sang anak tak gemar membaca saat beranjak besar.
Saat ini dampak ketidaksukaan membaca terlihat dari rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Diketahui, minat baca anak Indonesia tergolong mengenaskan. Sehingga, digolongkan sebagai tragedi nol buku.
Rata-rata yang dibaca anak Indonesia per tahunnya hanya 27 halaman. Jauh dari peringkat pertama Finlandia yang membaca 300 halaman dalam 5 hari.
Pemaksaan belajar membaca dapat menghambat perkembangan otak kanan anak. Otak kanan merupakan tumbuhnya berkembangnya kreativitas. Jadi memaksa anak usia dini belajar calistung berarti secara tidak langsung membunuh daya kreativitas anak.
*Narwan, S.Pd, Guru SD Negeri JogomulyoTempuran, Magelang, Jawa Tengah.