Siedoo.com - Ilustrasi botol sampah. l foto : int
Inovasi Internasional

Bersama 3 Mahasiswa Asing, Mahasiswa UNS Sulap Botol Plastik Menjadi Berdaya Guna

SOLO – Mees Sofia Lienders, Linde van Eden, dan Mila Diemel merupakan mahasiswa dari Rotterdam University Applied Science Department Water Management. Mereka mengikuti magang internasional di Program Studi (Prodi) Arsitektur Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agustus – Desember 2019, di Solo, Jawa Tengah.

Program magang internasional di Prodi Arsitektur tahun 2019 merupakan kali ke-4. Mereka akan bersama 3 mahasiswa Indonesia dari Prodi Arsitektur UNS yang ditandemkan di kegiatan. Diantaranya adalah Shafira Zahro Rosyadi, Nathasya Lintang Ayasha Kirti, Adiel Edo Atmanto. Mereka belajar mengenai kehidupan kampung kota, managamen sampah dan air.

Ecobrick Dijadikan Furniture

Projek lapangan ada di Kampung Mojo, Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo. Awalnya Mila Diemel dan Shafira Zahro Rosyadi melihat sampah plastik di Kelurahan Mojo menjadi potensi untuk dikelola lebih lanjut.

Setelah mengadakan Focus Group Discussion pertama, maka didapat hasil diskusi yang menunjukkan pengelolaan sampah plastik di permukiman dilihat belum maksimal tepatnya di RW 1 Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon.
Melalui pengamatan terhadap kebiasaan pembuangan sampah, maka Mila dan Shafira merekomendasikan pembuatan ”Ecobrick” menjadi solusi pengolahan sampah plastik lebih lanjut dari limbah rumah tangga di permukiman kampung kota.

Ecobrick adalah botol plastik yang diisi dengan limbah padat non-biologis, dipenuhi hingga padat untuk siap menjadi “bata” bangunan pada konstruksi bangunan ringan. Produk material ecobrick dapat diproduksi mengingat sampah plastik dari hasil konsumsi rumah tangga dapat ditemukan dan diproduksi masal dalam keseharian.

“Sejak diadakannya workshop pertama hingga terakhir, telah dihasilkan ecobrick sebanyak lebih dari 150 buah. Hasil dari material ecobrick dimanfaatkan untuk dibuat menjadi furniture berupa tempat duduk yang bisa dipergunakan bersama,” terang Mila Diemel dilansir dari uns.ac.id.

Bertanam dengan Sistem Managing Drinking Process

Baca Juga :  Bantu Atasi Corona, KKN UNS Terjun Langsung ke Desa

Sementara itu, Linde van Eden didampingi Nathasya Lintang Ayasha Kirti mendapati bahwa pengelolaan sampah plastik di permukiman kota belum maksimal.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara secara mendalam bersama penduduk Kampung Mojo, mendapatkan bahwa penduduk Kampung Mojo sedang menghadapi permasalahan manajemen limbah plastik. Berdasar dari fenomena di lapangan, maka Verticle Urban Agriculture (VUA) menjadi rekomendasi project sosial mereka.

Pada hasil proses wawancara dan observasi yang dilakukan, masyarakat mengeluh apabila pada masa kemarau sering kesulitan menanam karena cepat keringnya tanah sehingga tanaman menjadi mati. Hal ini memunculkan rekomendasi sistem bertanam di Kampung kota dengan sistem “managing drinking process” dari desain VUA.

Dalam rekomendasi sistem desain VUA, memungkinkan tanaman dapat mengatur proses evaporasinya sendiri sehingga menghindari cepat keringnya tanah. Desain ini juga memanfaatkan kembali botol plastik yang sudah tidak digunakan sebagai media tanam. Hal ini dimaksudkan untuk bisa membuat nilai lebih terhadap limbah plastik, sehingga mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai.

“Setelah workshop diberikan, dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk melihat kinerja VUA serta memberikan tips dalam menanam tantaman dalam media VUA. Warga banyak menggantung VUA pada lokasi-lokasi yang mudah terlihat dan terjangkau. Seperti di dinding rumah, trititsan serta jemuran,” kata Linde van Eden.

Dijadikan Saluran Air

Sedangkan Mees Sofia Lienders dan Adiel Edo Atmanto menyoroti masalah penyediaan air bersih di permukiman kampung kota menjadi menarik untuk dibahas dikarenakan RW 3 Kampung Mojo, Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon Solo hanya memiliki sumber air dari sumur dan PDAM. Namun seperti yang diketahui sumber air keduanya tidak memiliki kualitas air yang cukup baik.

Dari proses wawancara, kuisioner serta focus group bersama warga, maka didapatkan bahwa mahalnya harga air PDAM, kurang baiknya kualitas air PDAM, kualitas sumur yang tidak stabil, dan masih perlunya membeli air siap konsumsi untuk kebutuhan komsumsi menjadi permasalahannya.

Baca Juga :  Gunakan Pendekatan Kultural, Mahasiswa UNS Inisiasi Edukasi Lawan Corona

Karenanya dibutuhkan sumber air alternatif dan penyaring air. Program rain harvesting dan filterisasi air menjadi rekomendasi program di kampung ini. Mengadvokasi masyarakat juga untuk turut lebih memanfaatkan sumber air hujan untuk kegiatan keseharian kecuali tidak untuk diminum.

Program yang dilakukan dengan cara menampung air hujan dari talang yang ada di atap. Cara pemasangannya adalah menggunakan saluran yang terbuat dari botol 1,5 liter yang disambung serta dipasangkan pada talang dan disambungkan pada tandon air. Lalu untuk sistem kerjanya adalah pada saat hujan air masuk melalui talang dan saluran botol yang masuk ke dalam tandon.

Setelah itu menunggu sampai tandon terisi penuh. Yang menarik dari proses pemasangan penampungan air, warga melakukan pemasangan alat dengan kreatifitasnya masing-masing dengan memanfaatkan botol bekas yang berfungsi sebagai peralon yang disambungkan dari talang menuju bak tandon air. Setidaknya dilakukan workshop sebanyak 4 kali yang sekaligus kegiatan pengenalan penyaring air.

Dalam melakukan hal tesebut mereka dibawah bimbingan dosen Dr. Eng Kusumaningdyah N.H dan Pratiwi Anjar, ST, MT dari Prodi Arsitektur FT dan Laboratorium Urban Rural Design and Conservation (URDC) serta Lina Indawati, S.T., M.T dari Prodi Sipil, ketiga mahasiswa Rotterdam University Department of Water Management, The Netherland dan Prodi Arsitektur FT UNS. (Siedoo)

Apa Tanggapan Anda ?