Siedoo.com - Mohamad Nasir. l foto : ristekdikti.go.id
Tokoh

Sepak Terjang Mohamad Nasir saat jadi Menteri, Awalnya Rektor, Tiba-tiba…

Siedoo, Presiden Jokowi bakal melantik menteri-menteri baru dalam Kabinet Jilid II untuk periode 2019-2024. Jika tidak diberi amanah lagi, Mohamad Nasir akan meninggalkan jabatan sebagai Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti).

Nasir mulai menjabat menteri terhitung sejak 20 Oktober 2014. Padahal, saat itu, ia baru saja terpilih sebagai Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang pada 9 September 2014.

“Bukan cita-cita saya sebagai Menteri. Pada saat itu diangkat sebagai Menteri, itu pikiran saya menjadi Rektor, tapi saya diangkat jadi Menteri,” aku Nasir.

Nasir kemudian membuat target yang belum pernah dicapai baik oleh Kemenristek maupun Ditjen Dikti. “Kinerja yang saya lakukan selama lima tahun ini tidak pernah saya bayangkan kira-kira tercapai atau tidak,” ungkapnya.

Nasir mengungkapkan ada dua hal utama yang dilakukannya saat memimpin Kemenristekdikti. Yaitu, memperbaiki birokrasi, terutama akuntabilitas anggaran dan mengefisiensikan layanan pada masyarakat melalui sistem online.

“Kita lihat dari sistem birokrasi yang ada di Kemenristekdikti, dulu kita di Kemenristekdikti mengurusi birokrasi itu. Saya ditugasi untuk menggabungkan Kementerian Riset dan Teknologi dan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ungkap Nasir.

Saat dirinya awal menjabat, baik Kemenristek maupun Ditjen Dikti masih mendapatkan opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berupa Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Nasir menargetkan untuk menjadikan Kemenristekdikti sebagai gabungan dari dua lembaga tersebut mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Alhamdulillah bekerja dalam satu tahun langsung bisa meningkatkan reputasi Kemenristek dan Dirjen Dikti dari WDP menjadi WTP (setelah keduanya bergabung menjadi Kemenristekdikti), Wajar Tanpa Pengecualian sampai sekarang. Ternyata laporan dari BPK, penyelesaian masalah paling cepat ada di Kemenristekdikti. Setelah menata birokrasi dulu, yang kedua menata sistem layanan,” ungkap Nasir.

Setelah Kemenristekdikti dapat memiliki opini WTP, Nasir kemudian berfokus pada memangkas waktu dan biaya tidak langsung (mencetak dokumen, membawa dokumen ke Jakarta, dan sebagainya) dari layanan terkait riset dan pendidikan tinggi, salah satunya pada layanan penyetaraan ijazah luar negeri bagi lulusan luar negeri yang ingin kembali ke Indonesia.

“Dalam hal untuk mengurus penyetaraan ijazah bagi teman atau saudara kita yang sudah studi lanjut di luar negeri, dulu pulang untuk penyetaraan ijazah, mereka harus datang ke Kemenristekdikti di Jakarta, habis uangnya. Tapi untuk hal ini saya minta lakukan online melalui PINTU, yaitu Pusat Informasi dan Pelayanan Terpadu. Ini sekarang bisa online dengan cepat,” ungkapnya.

Baca Juga :  Guru Besar UI Bertambah, Jumlah Total 221 Orang

Menristekdikti menjadikan PINTU sebagai satu tempat yang menyediakan seluruh layanan publik sekaligus menerima laporan terkait program Kemenristekdikti. Dengan PINTU, layanan publik dan laporan masyarakat dapat diselesaikan lebih cepat.

“Setelah ada PINTU ini kita ada perubahan cukup besar, jadi inilah yang harus kita dorong supaya ada perubahan. Ada perbaikan cukup tinggi di dalam penyelesaikan masalah terkait layanan dan ini diapresiasi dari Kementerian PAN-RB terhadap capaian ini,” ungkap Menteri Nasir.

Selain penghargaan dari KemenPAN-RB, selama lima tahun terakhir Kemenristekdikti juga menerima penghargaan dalam bidang pengaduan masyarakat, layanan umum, dan penyebaran informasi program Kementerian melalui media utama dan media sosial. Berikut adalah penghargaan yang diterima Kemenristekdikti di bidang layanan masyarakat selama lima tahun terakhir:

1. Satu-satunya Kementerian yang masuk dalam Top 10 Pengelola Pengaduan Pelayanan Publik 2018 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB)

2. Silver Winner Laporan Pelayanan Informasi Publik Terinovatif 2019 dari Anugerah Humas Indonesia

3. Silver Winner Ruang Pelayanan Publik Terinovatif 2019 dari Anugerah Humas Indonesia

4. Silver Winner Website Kementerian 2019 dari Anugerah Humas Indonesia

5. Terpopuler di Media online 2019 dari Anugerah Humas Indonesia

6. Silver Winner e-magazine 2018 dari PR Indonesia Award

7. Terbaik I Kategori Siaran Pers Pemberitaan Anugerah Media Humas 2017 dari Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah (Bakohumas)

8. Terbaik II Pelayanan Informasi melalui Website Anugerah Media Humas 2017 dari Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah (Bakohumas)

9. Terbaik II Kategori Advertorial Anugerah Media Humas 2016 dari Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah (Bakohumas)

10. Inews Maker Awards Kategori Hilirisasi Inovasi 2016 dari Inews

Perbaikan layanan online ini juga diterapkan untuk pendaftaran guru besar atau profesor yang kemudian mendorong penelitian, publikasi ilmiah, dan paten meningkat, terutama yang dilakukan langsung maupun yang dibina oleh profesor.

Baca Juga :  Setelah Didatangkan Rektor Asal Korsel, Bakal Datangkan Lagi Asal Amerika

“Apa yang perlu diperbaiki? (Solusinya) dari online saja. Alhamdulillah berhasil di tahun 2016. Dengan sistem online kita lakukan, maka pengurusan guru besar dan lektor kepala cukup waktu maksimum 45 hari dari 2 tahun selama ini tidak selesai. Alhamdulillah ini perubahan yang begitu cepat. Dari perubahan semacam ini, kita lakukan perbaikan. Ini akan berhasil pada peningkatan guru besar yang baik, dan ini diikuti oleh jumlah publikasi kita,” paparnya.

Dari dorongan jumlah guru besar yang meningkat seiring efisiensi layanan pendaftaran guru besar, jumlah publikasi ilmiah Indonesia sudah mencapai peringkat pertama di ASEAN pada 2018 dengan 34.415 publikasi, mengalahkan Malaysia yang memiliki publikasi 33.419 karya ilmiah dan Singapura dengan 22.741 karya ilmiah dari penelitian di perguruan tinggi.

Peningkatan publikasi ilmiah yang meningkat juga diikuti dengan peningkatan jumlah paten. Berdasarkan data dari World Intellectual Property Organization (WIPO), Indonesia sudah meningkatkan jumlah paten dari 1.058 sertifikat paten pada 2015 menjadi 1.109 pada 2016.

Pada 2017 Indonesia sudah mencapai peringkat pertama jumlah paten di ASEAN dengan jumlah paten 2.271. Pada 2018 Indonesia masih menjadi negara dengan paten tertinggi di ASEAN dengan jumlah paten 2.841.

Dalam hal hilirisasi penelitian dan paten, Kemenristekdikti sudah mendanai dan membimbing beberapa produk inovatif dari penelitian dan paten yang sudah digunakan masyarakat. Termasuk, dua alat medis untuk kesehatan gigi dan mulut dentolaser antimikroba dan fotobiomodulasi sel dari Universitas Airlangga.

Lalu mesin Plasma Ozon dari Universitas Diponegoro yang dapat memperpanjang masa simpan hasil panen hortikultura, benih jagung Brawijaya Sweet dari Universitas Brawijaya yang tahan penyakit.

Lainnya ada Katalis Merah Putih dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dapat memproduksi bioavtur dan green diesel berbasis campuran minyak sawit, serta Motor Listrik Gesits dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang sudah mendapat dukungan penuh dari kementerian lain.

“Secara prinsipal, Gesits ini adalah kendaraan listrik pertama kali buatan Indonesia. Dalam sejarahnya Indonesia belum pernah punya prinsipal sendiri, baru kali ini punya prinsipal, sebagai perusahaan pemula di kendaraan listrik ini. Nanti di mobil juga harus melakukan hal yang sama,” ungkapnya.

Baca Juga :  Kurikulum Diselaraskan Dengan Pembangunan Ekonomi

Menristekdikti mendorong infrastruktur pengisian daya bagi Gesits sudah merata di seluruh Jakarta pada 2020 dengan cara meyakinkan kepada para Menteri lain untuk mencoba langsung motor Gesits.

“Kemarin saat dilaunching untuk Indonesia di Monas, bagaimana kendaraan listrik dimulai pada 2020 semua harus merayap di Jakarta. Para Menteri, yaitu Menko Maritim Pak Luhut Binsar Panjaitan, Pak Menhub Budi Karya Sumadi, Pak Menteri Perindustrian Erlangga Hartanto mencoba motor Gesits semua,” ungkal Menristekdikti.

Selain inovasi dari perguruan tinggi, Kemenristekdikti juga turut mendorong mahasiswa dan masyarakat menggerakkan ekonomi Indonesia berlandaskan inovasi melalui program Calon Perusahaan Pemul Berbasis Teknologi (CPPBT) dan Perusahaan Pemul Berbasis Teknologi (PPBT).

Diharapkan PPBT yang sudah mature dengan omzet di atas satu miliar Rupiah dapat mempertahankan ekonomi Indonesia di tengah persaingan.

Jumlah PPBT yang sudah mencapai omzet satu miliar setiap tahun berlipat ganda. Pada 2015 jumlahnya baru mencapai empat perusahaan. Pada 2016 jumlahnya meningkat dua kali menjadi delapan perusahaan. Pada 2017 jumlahnya meningkat hampir tiga kali lipat, yaitu menjadi 21 perusahaan.

Pada 2018 sudah ada 30 perusahaan yang produknya sudah laris di masyarakat dan beromzet di atas satu miliar rupiah. Diharapkan 30 perusahaan ini menjadi pioneer dalam menggerakkan ekonomi Indonesia berbasis hilirisasi riset dan inovasi.

“Saya ingin meningkatkan produk inovasi dalam negeri. Kalai produk inovasi dalam negeri bisa meningkat, maka ekonomi Indonesia secara kompetitif akan semakin bersaing, tangguh dalam persaingan,” harap Menristekdikti.

Sejak 2015 Kemenristekdikti sudah menyalurkan anggaran miliaran Rupiah kepada tenant dari CPPBT dan PPBT. Jumlah tenant dua program tersebut terus meningkat sepanjang tahun. Pada 2015 terdapat 52 tenant CPPBT dan PPBT. Tahun 2016 jumlah ini meningkat empat kali lipat menjadi 203 tenant.

Pada 2017 junlahnya meningkat tiga kali lipat menjadi 661 tenant. Data terakhir pada 2018 jumlah tenant CPPBT dan PPBT mencapai 956. Pada periode berikutnya diharapkan jumlah tenant mencapai lebih dari seribu CPPBT dan PPBT dari setiap provinsi di Indonesia. (*)

 

Apa Tanggapan Anda ?