Siedoo.com -
Opini

Ajaran Keimanan di Tembang Lir-Ilir Karya Sunan Kalijaga

Siedoo, Salah satu tembang karya Sunan Kalijaga adalah ‘Lir-Ilir’ yang hingga kini masih sering ditembangkan atau kita dengar. Tembang berbahasa Jawa ini sarat akan ajaran keimanan yang digunakan Sunan Kalijaga menyebarkan agama Islam, dengan syair tembang filosofi Jawa.

Melalui literasi tembang Jawa, Sunan Kalijaga ingin mengajarkan dan berdakwah melalui karya seni, agar orang meyakini memeluk agama Islam. Tembang ‘Lir-Ilir’ terdiri atas empat bait dengan bahasa Jawa pasemon (memiliki makna tersembunyi).

Syair tembang ‘Lir-Ilir’ memiliki makna yang dalam tentang ajaran keimanan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Untuk lebih jelasnya, kita simak baris-syair lengkapnya.

Lir-Ilir

Ilir-ilir lir-ilir, tandure wus sumilir

Tak ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar

Cah angon cah angon, penekna blimbing kuwi

Lunyu-lunyu ya penekna, kanggo mbasuh dodot ira

Dodot ira dodot ira, kumitir bedah ing pinggir

Dondomana jlumatana, kanggo seba mengko sore

Mumpung padhang rembulane

Mumpung jembar kalangane

Yo suraka, surak hayo

Makna Bait Pertama

  1. Ilir-ilir lir-ilir, tandure wus sumilir

Kata lir-ilir berasal dari kata ngililir (= bangun, terjaga dari tidur), dimaksudkan  orang yang belum masuk Islam dianggap masih tidur, belum sadar. Sehingga diajak ‘bangun’ ke alam pemikiran yang baru, yaitu agama Islam.

Sedangkan untuk kata tandure wis sumilir, artinya benih yang ditanam sudah tumbuh. Sunan Kalijaga mengistilahkan ‘tandur’ ini adalah benih ‘iman’ kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga bila selalu dipupuk akan tumbuh subur, artinya iman selalu dijaga dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

  1. Tak ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar

Lirik ‘tak ijo royo-royo itu mengandung arti dibuat tumbuh subur, daunnya hijau segar. Maksudnya menekankan penampilan tentang pribadi muslim yang menyenangkan, sehat jasmani dan rohaninya. Dari benih ‘iman’ yang baik, dirawat dengan baik, maka tumbuh iman yang baik pula, yang dilambangkan dengan tanaman yang ijo royo-royo.

Kalimat ‘tak sengguh penganten anyar ini berarti disebut untuk pengantin baru. Pengantin adalah pasangan mempelai, yang dimaksud dengan pasangan mempelai di sini adalah manusia yang bersangkutan dengan imannya, diartikan pribadi dan iman Islamnya.

Baca Juga :  Menilik Eksistensi Perpustakaan Umum Kota Magelang

Maksunya pesan pada bait pertama ini berkaitan dengan kesadaran sebagai manusia yang memiliki multi hubungan. Yaitu hubungan dirinya dengan jiwanya sendiri, dirinya dengan Tuhannya, dirinya dengan orang lain, dan hubungan dirinya dengan alam sekitarnya.

Makna Bait Kedua

  1. Cah angon cah angon, penekna blimbing kuwi

Arti kata ‘cah angonadalah ‘anak gembala’, sebagai simbol ‘yang diperintah’, yaitu manusia. Dimaksudkan manusia lebih rendah derajatnya yaitu manusia, dibanding ‘Yang memerintah’, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Selanjutnya perintah “penekna blimbing kuwi” artinya panjatlah (pohon) belimbing itu’. Sunan Kalijaga memilih kata ‘blimbing’ (belimbing), karena buah belimbing (bila dipotong) memiliki bentuk seperti bintang segilima, ini sebagai simbol lima rukun Islam, serta jumlah lima ‘waktu salat’.

  1. Lunyu-lunyu ya penekna, kanggo mbasuh dodot ira

Kalimat lunyu-lunyu   ya penekna’ artinya ‘licin-licin ya panjatlah’, maksudnya meskipun licin diperintah tetap memanjatnya. Makna dari lirik ini adalah meskipun berat dan sulit rukun Islam harus dilaksanakan dengan baik. Termasuk menegakkan salat lima waktu.

Dalam melaksanakan rukun Islam harus ikhlas dan hati-hati agar tidak tergelincir. Karena memang ‘licin’ artinya banyak godaan dunia. Bila tidak hati-hati bias tergelicir ke bawah (jurang kesengsaraan, neraka).

Selanjutnya, kalimat kanggo  mbasuh  dodot ira’ artinya adalah ‘untuk mencuci pakaianmu’. Dodot sinonimnya ‘ageman’ artinya ‘pakaian kebesaran’ orang Jawa zaman dahulu, sehingga kalimat ini bermakna untuk membersihkan kepercayaan kita.

Makna Bait Ketiga

Kemudian dalam bait ketiga, Sunan Kalijaga mencoba menggambarkan situasi dan kondisi yang ada di masyarakat. Di mana sebagian masyarakat tidak memperhatikan akhlak yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal posisi akhlak dalam kehidupan manusia merupakan sesuatu yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan.

Baca Juga :  Hari Pendidikan, Kegalauan Guru Honorer di Tengah Anggaran yang Besar

Dodot ira dodot ira, kumitir bedah ing pinggir, dondomana jlumutana, kanggo seba mengko sore artinya ‘pakaianmu pakaianmu sudah banyak robekan di bagian tepi, jahitlah perbaikilah untuk menghadap nanti sore’.

Pada bait ini berisi nasihat bertaubat, memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Kesemuanya untuk bekal kelak menghadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Pakaian (kepercayaan) kita yang telah rusak (karena dosa-dosa yang telah kita lakukan) hendaknya diperbaiki dengan jalan bertaubat dan melakukan rukun Islam sebaik-baiknya. Sebagai bekal ‘seba mengko sore’, menghadap Sang Pencipta pada waktunya.

Makna Bait Keempat

Pada bait penutup dari tembang Lir-Ilir ini Sunan Kalijaga mengingatkan kepada semua manusia bahwa masih memiliki kesempatan untuk selalu menjadi lebih baik. Pada akhir bait ini Sunan Kalijaga menggambarkan situasi kebahagiaan secara komunal yang harus selalu diusahakan.

Bait keempat ini berbeda dari bait-bait sebelumnya, dimana pada bait sebelumnya selalu terdiri dari empat baris. Sedangkan pada bait keempat terdiri dari tiga baris, yang berbunyi: Mumpung padhang rembulane, Mumpung jembar kalangane, Yo suraka, surak hayo’.

  1. Mumpung padang rembulane, Mumpung jembar kalangane

Artinya ‘mumpung terang rebulannya, mumpung luas kalangannya’. Ini dimaksudkan, di saat gelap orang akan sukar/bahkan tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar, mana yang halal dan mana yang haram. Sehingga dalam keadaan gelap semua dicampuradukkan.

Selanjutnya maksud ‘mumpung luas kalangannya’, adalah luas area yang disinari bulan tadi, bisa menerangi daerah mana saja. Ini bermakna mumpung ada kesempatan bertaubat untuk menek blimbing itu atau untuk melaksanakan perintah agama, yaitu lima rukun Islam.

Karena dengan adanya “sinar Islam” kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar. Kesempatan baik dan luas jangan sampai disia-siakan begitu saja.

  1. Yo suraka, surak hayo
Baca Juga :  Jangan Jadikan Ujian Nasional Sebagai "Berhala" Pendidikan

Artinya ‘mari soraklah, sorak mari’ ini jelas merupakan ajakan untuk bersorak. Maksud bersorak di sini yang jelas, bahwa si pelaku pasti sangat puas atau senang.

Karena sudah berhasil melaksanakan perintah penekna blimbing kuwi, lunyu-lunyu ya penekna’. Bahagia atau rasa senang ini diperoleh setelah akhir dari pekerjaannya memanjat blimbing itu, (perintah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala)

Karena seorang muslim yang telah berhasil menjalankan kelima rukun Islam dengan baik, bila mati (berakhir hidupnya di dunia) akan memperoleh surga. Jadi ‘yo suraka, surak hayo’, maksudnya mengajak cah angon yang telah melaksanakan perintah penekna blimbing kuwi dengan baik, untuk berbahagia, karena akan memperoleh pahala yang berupa surga. (*)

 

 

*disarikan dari berbagai sumber oleh Tim Siedoo

Apa Tanggapan Anda ?