Siedoo, Sejak April 2019 lalu, Kurnia Astuti, guru SDN 003 Tenggarong, Kalimantan Timur secara rutin berkeliling komplek perumahan tempat tinggalnya menawarkan warga membaca buku. Selama berkeliling, Kurnia ditemani tiga anaknya yang masih kecil; Bilqis (kelas empat SD), Yasmin (TK) dan adiknya Asifa (3 tahun).
Buku-buku milik pribadi berbentuk komik, novel, majalah dan lain-lain dibawa dengan gerobak dorong yang biasa digunakan untuk membawa galon air. Jadwal Ibu Guru ini berkeliling dilakukan setiap Jumat pukul 16.30-17.30, di perumahannya hingga komplek perumahan tetangga.
‘Gerobak literasi’
“Bersama anak-anak saya, saya dorong gerobak menawarkan pada siapa saja membaca secara gratis, terutama anak-anak. Saya merasa terpanggil setelah melihat besarnya kecenderungan anak-anak di sini buang-buang waktu bermain gadget,” ujar Kurnia, ditulis Kompas.com.
Lewat berkeliling mendorong ‘gerobak literasi’ Ibu Guru Kurnia berharap anak-anak di perumahan lebih mampu memanfaatkan waktunya dengan rajin membaca buku. Orangtua dan anak-anak pun menyambut gembira kegiatan Kurnia.
“Bahkan biasa orang tua memerintahkan anak-anaknya gabung membaca, daripada bermain gadget saja,” ujarnya diwartakan Beritalima.com.
Pada bulan Mei ini, karena puasa ia tidak keliling melainkan mempersilakan pembaca datang langsung ke perpustakaan mininya di rumah. Bukunya memang belum begitu banyak, namun dia berani menawarkan rumah bacanya.
“Saya mempersilahkan siapa saja menyumbang buku dan akan saya manfaatkan sebaik-baiknya untuk gerakan literasi,” ujar Kurnia.
Awal Bukan Pembaca
Karena kegiatan yang dilakukannya, Kurnia kini cukup dikenal. Melihat dia gigih membuka lapak pakai buku-buku pribadi di tempat umum, Kasi Perpustakan mengundangnya. Ia diminta menjadi narasumber kegiatan literasi di perpustakaan daerah dan juga mengisi kegiatan di Taman PINTAR.
“Saya juga akan mendapat hadiah tambahan buku dari Rumah Budaya Kutai,” ujarnya dilansir Radarnusantara.com.
Menurut Kurnia, awalnya ia bukanlah pembaca buku rutin. Ia baru tergerak rutin, setelah ia membaca banyak artikel tentang pentingnya gerakan literasi dan ikut pelatihan budaya baca Tanoto Foundation.
“Walaupun saya suka menulis diary. Bahkan diary saya sampai 30 buku. Saya awalnya bukan pembaca yang baik,” ujarnya.
Kini ia selalu luangkan diri setiap hari untuk membaca buku. Bahkan bersama suaminya, ia sepakat untuk membuat program khusus membaca bagi keluarga tersebut.
Setiap pagi, anaknya yang SD setelah sholat subuh diwajibkan membaca selama 10 menit. Sedangkan tiap malam, ia dan suaminya bergantian membacakan pada anak-anaknya buku cerita.
Jadi Keluarga Literasi
“Karena kegiatan ini, anak saya yang usia tiga tahun sekarang sangat menyukai buku. Untuk tiga buku favoritnya, walaupun ia belum bisa membaca, ia sudah hafal isi buku kecil tersebut tiap halaman,” ujarnya bangga.
Sedangkan anak paling besar, Bilqis, sudah pandai menceritakan kembali isi buku. Selain diminta menceritakan isi buku bacaan lewat lisan, Bilqis juga dibimbing menceritakan buku yang ia telah baca lewat tulisan.
“Hasil karyanya kemudian ditempel di kotak kado dan jadi hiasan di rumah kami,” ujar guru SD yang kini sedang bersiap menerbitkan buku karangannya itu. (*)