Siedoo.com -
Nasional

Permendikbud Hapus SKTM, Tindak Tegas Jika Temukan Jual Beli Kursi

JAKARTA –  Penggunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019/2020 akhirnya diubah, tidak diberlakukan lagi. Hal ini menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB untuk Tahun Ajaran 2019/2020.

Mendikbud Muhadjir Effendy menyatakan, dalam penerimaan tersebut, yang berasal dari keluarga tidak mampu bisa dibuktikan dengan keikutsertaan dalam program penanganan keluarga tidak mampu dari pemerintah/pemerintah daerah, seperti KIP dan keluarga perima PKH.

Muhadjir berharap terjadi perubahan pola pada PPDB di tahun 2019 ini. Sekolah dan lembaga pendidikan didorong semakin aktif mendata anak usia sekolah di zona masing-masing.

“Kita harapkan terjadi perubahan pola penerimaan peserta didik baru yang dari siswa mendaftar ke sekolah, menjadi sekolah yang pro-aktif mendata atau mendaftar siswa, atau calon peserta didiknya,” katanya dilansir dari kemdikbud.go.id.

Karena itu, Kemendikbud berusaha untuk meningkatkan kerja sama dengan Kemendagri, terutama Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil.

“Karena basis siswa itu sebetulnya adalah dari data kependudukan,” tuturnya.

Ia mengimbau agar pemerintah daerah segera membuat juknis PPDB yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman kepada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018. Kemudian pemerintah daerah juga didorong untuk menetapkan zonasi di wilayah masing-masing, paling lambat satu bulan sebelum pelaksanaan PPDB yang dijadwalkan akan dimulai pada bulan Mei 2019.

“Kita sebetulnya sudah punya rancangan zona, tapi yang memiliki kewenangan menetapkan itu pemerintah daerah,” kata Muhadjir.

Pengawasan terhadap pelaksanaan PPDB wajib dilakukan oleh semua pihak, khususnya Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Mendikbud meminta agar pemerintah daerah dapat memastikan sekolah terhindar dari praktik jual beli kursi/titipan, ataupun tindakan pelanggaran lain yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Baca Juga :  Pengumuman Kelulusan P3K Paling Cepat 12 Maret

Bilamana terdapat unsur pidana seperti pemalsuan dokumen maupun praktik korupsi, maka Kemendikbud mendorong agar dapat dilanjutkan ke proses hukum.

“Nanti akan kita tindaklanjuti, ada surat edaran kepada daerah, hal-hal yang harus dimasukkan ke dalam juknis, yang belum tercantum di dalam Permendikbud,” kata Mendikbud.

Ditegaskan, PPDB tahun 2019 merupakan bentuk peneguhan dan penyempurnaan dari sistem zonasi yang sudah dikembangkan. Sistem zonasi ini akan menjadi cetak biru yang digunakan Kemendikbud dalam upaya untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di pendidikan, khususnya di sektor pendidikan formal dan nonformal.

“Kemudian juga untuk mencari formula penyelesaiannya. Sekaligus juga mencari jalan penyelesaian masalah-masalah itu secara terintegrasi, secara menyeluruh,” tandasnya.

Secara umum, tidak terdapat perbedaan signifikan antara Permendikbud Nomor 51 Tahun 2019 dengan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 yang mengatur PPDB pada tahun ajaran sebelumnya. Pada tahun ajaran baru mendatang, PPDB dilaksanakan melalui tiga jalur, yakni zonasi (kuota minimal 90 persen), prestasi (kuota maksimal 5 persen), dan perpindahan orangtua peserta didik (kuota maksimal 5 persen).

Regulasi PPDB untuk tahun ajaran 2019/2020 ini terbit lima bulan sebelum pelaksanaan PPDB. Dengan demikian, pemerintah daerah dapat menyiapkan petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) dengan lebih baik, dan memiliki waktu yang cukup untuk melakukan sosialisasi kepada sekolah dan masyarakat.

Dijelaskan Mendikbud, bahwa yang menjadi pertimbangan utama dari penerimaan peserta didik baru bukanlah kualifikasi akademik. Walaupun itu juga dimungkinkan, tetapi menurut Mendikbud, pertimbangan yang utama itu adalah domisili peserta didik dengan sekolah.

“Memang ada jalur akademik dan perpindahan, tetapi sebetulnya itu sifatnya darurat,” jelas Mendikbud.

Menurut Muhadjir, jika selama ini penyelesaian masalah pendidikan menggunakan pendekatan yang sifatnya makro, dengan sistem zonasi akan diubah menjadi mikro. Sehingga penyelesaian masalah-masalah yang ada akan berbasis zona.

Baca Juga :  Mendikbud : Jepang Terapkan Zonasi Sekolah, Butuh Waktu 30 Tahun

“PPDB itu hanya salah satu saja. Nanti termasuk distribusi dan kualitas guru, sarana dan prasarana, hampir semuanya akan kita selesaikan. Termasuk program wajib belajar 12 tahun itu nanti menggunakan basis zonasi ini,” kata Mendikbud.

Berdasarkan hasil evaluasi penerapan PPDB tahun 2018 yang lalu, Kemendikbud menemukan masih banyak sekolah yang mengumumkan daya tampung yang tidak sesuai dengan rombongan belajar (rombel) yang ada. Kemudian juga masih ditemukan sekolah yang daya tampungnya melebihi ketentuan rombel.

Sebagian besar sekolah belum dapat menerapkan seleksi jarak antara sekolah dengan tempat tinggal peserta didik sesuai dengan prinsip zonasi. Selain itu, masih banyak sekolah menerapkan kuota zonasi, prestasi, dan perpindahan domisili tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018. (Siedoo)

Apa Tanggapan Anda ?