Siedoo.com -
Nasional

Wasekjen FSGI : Akan Sia-sia Jika Mapel PMP Dipaksakan

JAKARTA – Setelah kalangan anggota DPR RI memberi tanggapan terkait rencana dihidupkannya kembali mata pelajaran (mapel) Pendidikan Moral Pancasila (PMP) oleh Kemendikbud, kini giliran kalangan guru. Tanggapan itu datang dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen FSGI) Satriawan Salim mengatakan, dengan diterapkannya PMP maka akan banyak pekerjaan baru bagi Kemendikbud yang dipersiapkan. Mulai nomenklatur yang harus diubah (lagi), regulasi permendikbud, persiapan buku teks, pelatihan guru, perubahan standar isi, perubahan standar proses, perubahan standar penilaian dan terpenting adalah perubahan mindset para guru.

“Kurikulum 2013 saja belum secara nasional diimplementasikan dan belum dipahami dengan baik oleh para guru. Ini sudah mau menambah yang sudah ada, akan sia-sia rasanya jika terus dipaksakan,” katanya dilansir dari jpnn.com.

Ditambahkan, Kemendikbud tidak sabar dan kurang tekun memberikan penguatan-penguatan kepada guru. Padahal pendidikan itu sebuah proses sepanjang hayat, tidak langsung jadi.

“Seolah-olah setelah ada mapel PMP di sekolah, para siswa dan guru akan langsung toleran, moderat dan cinta NKRI. Ya tidak mungkin,” sergahnya.

Surplus Nilai Karakter

FSGI menilai, sekolah dan pendidikan nasional sudah sangat penuh beban muatan nilai-nilai moral yang normatif. Sekolah dan pendidikan sudah surplus nilai karakter yang bersumber dari Pancasila, yang diajarkan dan dipraktikkan dalam proses pembelajaran.

Bahkan dalam Kurikulum 2013, Kemendikbud sudah punya empat cara/program/model penanaman karakter moral Pancasila di sekolah.

Pertama, melalui pelajaran PPKn sebagai matpel wajib (SD-perguruan tinggi). Kedua, program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang saat ini gencar disosialisasikan.

Ketiga, melalui ekstrakurikuler wajib, Pramuka yang semua nilai-nilai moral Pramuka bersumber dari Pancasila dan ekstrakurikuler lainnya seperti Paskibra.

Keempat, melalui pembiasaan/habituasi penanaman nilai-nilai karakter di sekolah yang diformulasikan menjadi budaya sekolah seperti senyum, salam, sapa, gotong-royong, saling menghormati, tenggang rasa, toleran dan nilai karakter moral lainnya. Semua itu sedang dijalankan oleh para guru dan siswa di sekolah.

Baca Juga :  Ketika Akademisi, Politisi, dan Jurnalis Berbicara Pancasila

Tidak Menambah Pelajaran

Sebelumnya diberitakan kalangan anggota DPR RI hingga DPRD, bahkan Presiden Joko Widodo memberikan dukungan penuh terkait diterapkannya kembali mapel PMP.

Mapel tersebut digulirkan untuk melahirkan generasi yang memiliki wawasan dan pemahaman kebangsaan yang baik.  Disamping itu, juga menentukan karakter dan moralitas anak didik dan kondisinya sangat mendesak saat ini.

Kini, Kemendikbud sedang mengkaji menerapkan mapel PMP yang rencananya diterapkan mulai 2019.

“Penerapan mata pelajaran PMP sedang dikaji. Kita masih carikan solusi jangan sampai menambah pelajaran,” kata Mendikbud Muhadjir Effendy dalam siaran persnya yang diterima siedoo.com.

Kemungkinan, bila PMP jadi diterapkan di tahun ajaran 2019, maka tidak menjadi mapel yang berdiri sendiri, bisa juga disisipkan dengan PKn (Pendidikan Kewarganegaraan).

Dikatakan, untuk penerapan kembali mata pelajaran PMP, Kemendikbud meminta saran dari berbagai pihak. Ditandaskan, PMP merupakan wujud penanaman nilai-nilai Pancasila yang dapat diberikan sejak Taman Kanak-kanak (TK).

“Akan ada tema-tema yang lebih konkret. Pada prinsipnya kita sangat terbuka menerima masukan,” ujarnya. (Siedoo)

Apa Tanggapan Anda ?