Siedoo.com -
Daerah Opini

Siaga Satu Dunia Pendidikan, Tragedi Berdarah Di SMA TN

Siedoo.com — Dunia pendidikan kembali berkabung. Belum lama duka menimpa keluarga mahasiswa UII Yogyakarta, kini belum genap 2 bulan, duka kembali menyelimuti dunia pendidikan. Terjadi kembali peristiwa hilangnya nyawa seorang siswa di SMA Taruna Nusantara Magelang. Semua pasti berharap, duka tak kembali terulang.

Tak hanya dunia pendidikan di dalam negeri, di luar negeri pun banyak juga peristiwa yang mencoreng dunia pendidikan. Dilihat dari motif atau penyebabnya juga bukan masalah besar, tetapi hanya masalah sepele. Tetapi tanpa pikir panjang nyawa menjadi taruhannya. Motif dari peristiwa tersebut adalah karena pelaku sakit hati pada korban karena ketahuan mencuri buku tabungan dan diingatkan. Motif lainnya adalah sakit hati karena telepon seluler yang di pinjam korban disita dan korban tidak mau menguruskannya.

Duka Dunia Pendidikan Sampai Kapan?

Sudah murahkah harga sebuah nyawa? Jika terjadi peristiwa pembunuhan, kita teringat pembunuhan pertama kali di dunia, yaitu ketika Qibil membunuh Habil. Semua berasal dari sebuah amarah yang menutup akal pikiran manusia.

Sampai kapan dunia pendidikan akan terus berduka. Kita semua yakin bahwa pihak penyelenggara pendidikan mengajarkan siswanya untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam pergaulan sehari-hari. Pun ada kode kehormatan yang harus siswa patuhi. Selama di sekolah, siswa belajar kebersamaan menjadi saudara di lingkungan sekolah.

Kejadian tersebut benar-benar tidak terduga dan jauh dari nilai-nilai yang diajarkan. Atas nama apapun, kekerasan di dunia pendidikan wajib dihilangkan. Kekerasan tidak mengenal jenjang pendidikan. Di tingkat perguruan tinggi, sekolah menengah atas, sekolah menengah pertama, bahkan sampai tingkat sekolah dasar dan TK.

Siaga Satu Dunia Pendidikan

Sudahkah waktunya kita sebut siaga satu untuk kekerasan di dunia pendidikan di Indonesia? Karena kekerasan yang terjadi tidak mengenal jenjangnya, semua jenjang pendidikan diwarnai kekerasan. Perlunya evaluasi dan intropeksi dari semua pihak. Evaluasi dari orangtua, penyelenggara pendidikan, penanggung jawab pendidikan, dan peserta didik itu sendiri juga perlu melakukan evaluasi dan instropeksi.

Baca Juga :  UNIMMA Luluskan 645 Wisudawan, Yang Terbaik dari HES FAI

Dalam agama, kita mengenal hubungan antara manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesama manusia. Karena semua yang kita lakukan harus dipertanggung jawabkan, kita harus bisa menjaga hubungan baik dengan Allah dan dengan sesama manusia. Jika hubungan tersebut tidak baik, maka pasti ada ketidakadilan. Nasi sudah menjadi bubur, peribahasa itu yang selalu muncul ketika akibat yang ditimbulkan setelah kekerasan tersebut terjadi. Padahal jika akal pikiran kita jalan, seharusnya yang muncul adalah hubungan sebab akibat, sehingga muncul dua buah pilihan.

Kekerasan Salah Siapa?

Begitu nasi sudah menjadi bubur, maka efek yang muncul adalah rasa penyesalan karena kesalahan yang dilakukan. Mencari siapa yang salah memang harus dilakukan. Mencari siapa yang bertanggung jawab dari terjadinya kekerasan itu perlu dilakukan. Karena, jika tidak maka kejadian tersebut akan selalu terulang. Evaluasi dan intropeksi dari semua pihak perlu dilakukan. Rasa tanggung jawab harus selalu tertanam pada setiap individu (siswa), orang tua, penyelenggara pendidikan, dan penanggung jawab pendidikan.

Jangan dikira kesalahan indvidu hanya individu tersebut sendiri yang salah. Tetapi bisa juga berasal dari orangtua atau pihak penyelenggara pendidikan yang salah. Bahkan, bisa juga pihak penanggung jawab pendidikan yang salah. Agar kejadian kekerasan di dunia pendidikan tidak terulang kembali, perlu pengawasan ekstra ketat, dan perhatian lebih untuk tumbuh kembang siswanya.

Perlu ditanamkan rasa tanggung jawab dan pemikiran sebab akibat dari setiap perilaku yang dikerjakan. Solusi agar kejadian kekerasan di dunia pendidikan tidak terulang kembali akan muncul dari evaluasi dan instropeksi tersebut. Karena setiap siswa, orangtua, penyelenggara pendidikan dan penanggung jawab pendidikan di setiap daerah mempunyai masalahnya sendiri-sendiri. Tidak bisa kita pakai solusi dari daerah A, lalu diterapkan ke daerah B.

Baca Juga :  Guru BK di Kota Magelang Deklarasi Anti Bullying, Ketua PGRI: Menyamakan Persepsi

Semoga dunia pendidikan tidak berduka kembali ….
Semoga tidak terdengar kembali berita kekerasan di dunia pendidikan ….

Apa Tanggapan Anda ?