Donald Trump Disebut Berencana Ubah Nama Teluk Persia Jadi Teluk Arab, Donald J. Trump kembali menjadi sorotan dunia internasional setelah laporan terbaru menyebut bahwa ia berencana mengubah penyebutan “Teluk Persia” (Persian Gulf) menjadi “Teluk Arab” (Arabian Gulf) dalam seluruh dokumen dan komunikasi resmi Amerika Serikat, jika terpilih kembali sebagai Presiden AS. Rencana tersebut teranggap sebagai manuver politik dan simbolis yang berpotensi memicu ketegangan besar di kawasan Timur Tengah, terutama dengan Iran.
Langkah ini pertama kali terungkap oleh media The Daily Beast, yang melaporkan bahwa perubahan nama ini akan terumumkan Trump saat kunjungan deplomatiknya ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar yang terrencanakan pada akhir bulan Mei. Tujuan dari langkah tersebut disebutkan sebagai bentuk penghormatan terhadap mitra strategis AS di kawasan Teluk, khususnya negara-negara Arab.
Langkah Bermuatan Politik dan Kepentingan Ekonomi
Rencana penggantian nama ini bukan hanya soal geopolitik, tetapi juga tersebut berhubungan erat dengan kepentingan bisnis Trump di Timur Tengah. Menurut laporan tersebut, Trump memiliki keterkaitan bisnis dengan proyek-proyek properti, kerja sama cryptocurrency, hingga potensi kerja sama militer swasta di kawasan Teluk Arab.
Trump, dalam wawancara terbatas dengan media konservatif AS, menyatakan bahwa “Amerika harus berdiri bersama sekutunya di Teluk.” Ia menambahkan bahwa banyak negara Arab telah memberikan kontribusi besar dalam menjaga stabilitas energi dunia, sehingga pantas terakui secara simbolik.
Namun, para pengamat menilai bahwa upaya ini lebih bermotif politik, sebagai cara untuk memperkuat dukungan dari para mitra Arab dalam konteks geopolitik dan ekonomi menjelang pemilu AS 2024. Beberapa analis bahkan menyebutnya sebagai “politik simbolik berbalut bisnis.”
Iran Bereaksi Keras: Ini Adalah Provokasi
Tak butuh waktu lama, Iran merespons rencana ini dengan kemarahan. Kementerian Luar Negeri Iran mengeluarkan pernyataan tegas bahwa “pengubahan nama Teluk Persia adalah bentuk penghinaan terhadap sejarah dan integritas nasional Iran.” Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyebut langkah ini sebagai “provokasi terang-terangan” dan memperingatkan bahwa hal tersebut bisa memperburuk hubungan diplomatik antara Teheran dan Washington.
Lebih lanjut, Araghchi menambahkan bahwa nama “Teluk Persia” telah tergunakan selama lebih dari dua milenium dan tercantum dalam berbagai peta resmi, dokumen sejarah, serta terakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga internasional lainnya. Donald Trump Disebut Berencana Ubah Nama Teluk Persia Jadi Teluk Arab.
Sebagai bentuk penolakan, sejumlah seniman dan aktivis di Iran meluncurkan kampanye media sosial. Tagar seperti #ItsPersianGulfNotArabian dan #TrumpHandsOffHistory menjadi trending di X (dulu Twitter), menunjukkan besarnya reaksi publik di Iran.
Implikasi Diplomatik dan Internasional
Langkah yang tampak simbolik ini bisa berdampak serius pada stabilitas diplomatik. Para deplomat Eropa, khususnya dari Jerman dan Prancis, secara informal menyatakan kekhawatiran bahwa perubahan nama ini akan merusak upaya negosiasi damai yang telah terbangun melalui jalur deplomatik, termasuk upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir JCPOA yang sebelumnya tertinggalkan oleh pemerintahan Trump.
Menurut Dr. Leila Pourzand, pakar sejarah Asia Barat dari Universitas Harvard, nama Teluk Persia tidak hanya memiliki nilai historis. Ia menilai bahwa perubahan ini dapat menjadi preseden buruk bagi konflik identitas lainnya di kawasan.
“Bila nama geografis bisa terubah hanya karena tekanan politik, maka batas-batas sejarah akan menjadi tidak berarti. Ini bukan hanya soal peta, ini soal legitimasi kedaulatan,” ujarnya.
Langkah Kontroversial Trump Sebelumnya
Ia juga pernah menyebut Yerusalem sebagai ibu kota Israel, yang menyebabkan gejolak besar di dunia Arab.
Kini, dengan pemilu AS 2024 semakin dekat, banyak pihak menduga bahwa langkah ini adalah bagian dari strategi Trump untuk mengukuhkan citranya sebagai pemimpin yang “berani melawan arus” dan loyal kepada mitra strategis AS.
Namun demikian, para analis menyebut bahwa keuntungan politik jangka pendek bisa berujung pada kerugian strategis jangka panjang, terutama dalam bentuk kehilangan kredibilitas dan reputasi internasional.
Penutup
Perubahan nama “Teluk Persia” menjadi “Teluk Arab” mungkin terdengar sederhana, namun implikasi geopolitik dan diplomatiknya sangat besar. Donald Trump sekali lagi membuktikan bahwa simbol, istilah, dan narasi bisa menjadi alat politik yang ampuh.
Apakah rencana ini hanya sebatas retorika kampanye, atau akan benar-benar terwujudkan jika ia kembali ke Gedung Putih. Yang pasti, dunia kini menanti, dan kawasan Teluk kembali menjadi panggung dari drama geopolitik yang tak berkesudahan.